The Princess (Part 2)
Taiwan Fanfiction yang diperankan Wu Chun dan Angela Zhang
Title : The
Princess
Author : Ariek Chun-AzzuraChunniess
Genre : Romance
Point of View : Yu Xin Lei
Cast :
Wu Chun as Shi Jia Rong
Angela Zhang as Yu Xin Lei
Calvin Chen as Ma Tian Fu
Author : Ariek Chun-AzzuraChunniess
Genre : Romance
Point of View : Yu Xin Lei
Cast :
Wu Chun as Shi Jia Rong
Angela Zhang as Yu Xin Lei
Calvin Chen as Ma Tian Fu
Genie Zhuo
as Wang Qiao Er
Disclaimer :
terus terang ini adalah ff bergenre romance yg pertama kali author buat. Sebelum2nya sukanya bikin genre comedy, hehe. Jika readers smua suka dg ceritanya silakan save ff ini di disc readers. Tapi mengaku2 bahwa yg buat ff ini adalah readers, itu haram hukumnya...
Have the best imagination ya..!
Little
description :
cerita ini author buat dg latar belakang sebuah SMA. Karena masih SMA so otomatis pemain2nya pun juga berumuran anak sma. So, readers byangin aja deh gimana rupanya Wu Chun, Angela Zhang and Calvin Chen waktu berumur 17 taun, hehehe...
Imut banget kali ya..
cerita ini author buat dg latar belakang sebuah SMA. Karena masih SMA so otomatis pemain2nya pun juga berumuran anak sma. So, readers byangin aja deh gimana rupanya Wu Chun, Angela Zhang and Calvin Chen waktu berumur 17 taun, hehehe...
Imut banget kali ya..
###############################################
Otakku kembali melayang pada Xiao Yang,
Xu Chen, Bi Zhu, dan puluhan gadis lain di sekolah, yang selalu pamer tentang
lamanya mereka saling telepon dengan kekasih mereka, atau mengeluhkan
notebooknya yang low battrey karena terlalu lama digunakan chatting dengan
pacar mereka. Dan aku? Aku tak pernah mengeluhkan apapun.
# #####################################
Ku tarik syalku agar melingkar manis di leherku. Setelah sedikit membenarkan rambut, ku raih tas selempang merah jambuku, lalu berangkat menuju Taman Jam Besar. Sebenarnya taman itu punya nama, tapi kami menyebutnya Taman Jam Besar, karena ada sebuah menara dengan jam besar di keempat sisinya, berdiri di tengah-tengah taman.
# #####################################
Ku tarik syalku agar melingkar manis di leherku. Setelah sedikit membenarkan rambut, ku raih tas selempang merah jambuku, lalu berangkat menuju Taman Jam Besar. Sebenarnya taman itu punya nama, tapi kami menyebutnya Taman Jam Besar, karena ada sebuah menara dengan jam besar di keempat sisinya, berdiri di tengah-tengah taman.
Aku juga tidak tahu kenapa, Jia Rong
selalu menungguku di tempat yang sama, di kursi yang sama, di sebelah barat
menara jam besar. Awalnya menurutku ini sangat unik, tapi lama-lama tampak
sangat membosankan.
Begitu turun di halte bus, aku berjalan menyusuri trotoar menuju taman Jam Besar. Pagar-pagarnyapun sudah tampak dari sini. Tiba-tiba sebuah mobil berwarna hitam berhenti di sampingku. Spontan aku berhenti dan menoleh ke arahnya.
"Xin Lei? Kau Yu Xin Lei kan?" tanya seorang laki-laki dari dalam mobil itu. Dia membuka pintu mobilnya, kemudian menghampiriku.
"ah? Ma Tian Fu?" tanyaku heran. Sedang apa dia dengan dandanan jas rapi seperti itu?
"Kau cantik sekali, mau kemana?" tanya Tian Fu kemudian.
"Ah, a, aku..."
Dia bilang aku cantik? Aku tak salah dengar kan? Si Ketua OSIS yang dikagumi banyak cewek di sekolah, tiba-tiba menyapaku lalu mengatakan bahwa aku cantik?
Ku rasakan rona merah memenuhi kedua pipiku.
Begitu turun di halte bus, aku berjalan menyusuri trotoar menuju taman Jam Besar. Pagar-pagarnyapun sudah tampak dari sini. Tiba-tiba sebuah mobil berwarna hitam berhenti di sampingku. Spontan aku berhenti dan menoleh ke arahnya.
"Xin Lei? Kau Yu Xin Lei kan?" tanya seorang laki-laki dari dalam mobil itu. Dia membuka pintu mobilnya, kemudian menghampiriku.
"ah? Ma Tian Fu?" tanyaku heran. Sedang apa dia dengan dandanan jas rapi seperti itu?
"Kau cantik sekali, mau kemana?" tanya Tian Fu kemudian.
"Ah, a, aku..."
Dia bilang aku cantik? Aku tak salah dengar kan? Si Ketua OSIS yang dikagumi banyak cewek di sekolah, tiba-tiba menyapaku lalu mengatakan bahwa aku cantik?
Ku rasakan rona merah memenuhi kedua pipiku.
"Kau mau ikut aku tidak?"
tanya Tian Fu kemudian. Dia menggenggam tanganku.
Huft, rasanya tulang-tulangku rontok, badanku langsung
lemas karena malu.
“Ke, kemana?”
“Sssst....”
dia meletakkan telunjuknya di bibirku, “Nanti kau akan tahu.”
Tian Fu
menarikku untuk masuk ke mobilnya. Tiba-tiba kakiku terhenti. Mataku memandang
jauh ke arah Taman Jam Besar dengan pagar-pagarnya yang dicat biru. Hatiku
menimbang-nimbang, harus bagaimana sekarang?
“Kenapa?”
tiba-tiba Tian Fu membuyarkan lamunanku.
“Ah, tidak,
tidak apa...” aku melemparkan senyum pada Tian Fu.
Yah,
biarlah. Aku pantas mendapatkan kesenangan. Biar saja nanti aku bilang pada Jia
Rong aku ada urusan mendadak.
Sekali lagi
sudut hatiku memberontak.
“Kenapa kau
meninggalkan Jia Rong, Xin Lei?”
Ku mohon,
diamlah! Aku benar-benar bosan dengan caranya yang hanya begitu-begitu saja
dari dulu. Ini bukan sepenuhnya salahku. Ini juga salah Jia Rong! Kenapa dia
tidak berinisiatif untuk mengajakku ke tempat-tempat yang menyenangkan? Kenapa
dia tidak memberiku kado-kado yang cantik?
Dan
sekarang, Ma Tian Fu, siswa paling populer di sekolah, juga seorang ketua OSIS,
dengan mobilnya yang mewah, mengajakku pergi ke suatu tempat yang baru. Aku tak
mau egois pada hatiku. Aku juga ingin bahagia. Aku tak salah!
Mobil Tian
Fu melaju kencang meninggalkan halte tempatku turun dari bus, meninggalkan
taman Jam Besar, juga meninggalkan Jia Rong. Ku pasang senyum di wajahku. Yah,
meskipun senyum keterpaksaan.
“Kau
kenapa?” tanya Tian Fu sambil mengemudikan mobilnya.
“Ah, tidak.
Aku hanya sedikit tegang.” Ku coba menggeser tempat dudukku mencoba mencari
kenyamanan.
Ku lirik
Tian Fu yang sedang duduk di jok di sampingku. Aku sedikit heran. Dandanannya
rapi sekali dengan setelan jas lengkap. Apa dia mau menghadiri sebuah acara? Ku
panglingkan pandanganku ke diriku sendiri. Seharusnya aku mengenakan baju
sedikit lebih bagus tadi, setidaknya biar aku terlihat sedikit serasi dengan
Tian Fu.
Tian Fu
membelokkan mobilnya ke sebuah gedung yang tak ku ketahui tempat apa itu. Dia
membukakan pintu mobil untukku. Kemudian dengan manis menuntunku masuk ke
dalam. Di sinilah baru aku sadar, ternyata Tian Fu membawaku ke Restoran Din
Tai Fung, restoran mewah yang selama ini hanya aku lihat lewat televisi.
Seketika aku serasa berubah menjadi tuan puteri dengan gaun indah dan sepatu
kaca. Hatiku berbunga-bunga dan berpelangi. Ah, entahlah, apa lagi yang harus
kugunakan untuk menggambarkan perasaanku saat ini.
Tian Fu
menggeser sebuah kursi, mempersilakan aku duduk, lalu dengan tenang dia duduk
di depanku.
“Kau ingin
makan apa?” tanya Tian Fu.
“Ah? Ha?”
aku tergagap.
“Iya, kau
mau makan apa?” tanyanya sekali lagi.
“Ehm, Tian
Fu, ada apa kau tiba-tiba mengajakku ke sini?” akhirnya aku berani melontarkan
pertanyaan itu pada Tian Fu setelah setengah jam tadi bibirku kelu tak
mengeluarkan sepatah katapun.
Tian Fu
melemparkan senyum mautnya.
“Hanya satu
hal, Yu Xin Lei, malam ini akan menjadi malam paling romantis.”
Ugh!
Sudahlah Xin Lei, jangan banyak tanya. Hargailah Tian Fu! Bukankah kau ingin
menjadi tuan puteri? Mungkin inilah jawaban atas semua doa-doamu selama ini.
Ku raih tas
merah jambuku, setelah mematikan ponsel, ku pesan makanan pada buku menu. Satu
jam penuh kami habiskan untuk mengobrol ini dan itu. Dimulai dari kontes musik
yang akan diadakan di sekolah, hingga gaya rambut terbaru Taylor Swift. Tak ku
sangka, Ma Tian Fu, si ketua OSIS yang dingin, ternyata orangnya sangat bersahabat.
Baru kali ini aku bicara dengannya, dan langsung merasa akrab dan nyaman.
Ditambah lagi, dia tahu bagaimana caranya memperlakukan seorang perempuan.
Sesekali api
kecil di ujung lilin bergoyang dihelai angin. Menimbulkan berkas-berkas cahaya
indah di wajah Tian Fu. Semakin membuatnya tampan bak pangeran di negeri
dongeng. Dan semakin membuatku sempurna sebagai seorang puteri. Ujung
bibir-bibirku tak henti-hentinya tertarik minggir untuk tersenyum. Ini
benar-benar membahagiakan.
Kulirik jam
tangan yang melingkar di tanganku.
06:30 p.m
Itu artinya
sudah hampir empat jam aku dan Tian Fu mengobrol di restoran ini. Tak kusangka
ternyata sudah selama itu. Padahal rasanya baru beberapa menit yang lalu Tian
Fu menggandeng tanganku masuk ke sini.
“Tian Fu...”
panggilku.
“Hm, apa?”
“Bagaimana
kalau kita pulang sekarang?”
“Sekarang?”
“Iya,
sekarang. Hari sudah gelap. Bukankah sudah tiga jam lebih kita di sini?”
“Eh? Satu
jam lagi....”
What?? Sama
saja aku cari mati. Papa dan mamaku akan marah jika aku pulang terlalu malam.
“Tapi, Tian
Fu, ini sudah malam...”
“Iya, aku
tahu. Satu jam lagi ya...”
Ada apa
dengannya? Kenapa dari tadi mengkhawatirkan satu jam? Bagaimana ini? Akau bisa
dibunuh oleh mamaku.
“Tian Fu,
ayolah....” aku berusaha keras membujuk Tian Fu. Kugoyang-goyangkan tangannya.
“Xin Lei,
sebentar lagi ya, ku mohon...”
“Kau
menunggu apa? Ini sudah gelap.”
“Iya,
sebentar lagi ku antar pulang.”
“Ayolah,
Tian Fu. Sekarang saja kita pulang.”
“Baiklah,
tiga puluh menit lagi...”
“Kenapa
selama itu? Sekarang saja Tian Fu....” aku berdiri dari kursiku sambil
menarik-narik tangan Tian Fu.
Tiba-tiba
Tian Fu menarik tanganku ke bawah dengan kedua tangannya yang kekar itu hingga
aku jatuh terduduk di kursi.
DEG!
Jantungku
seketika berdebar kencang.
“Sebentar
lagi, Xin Lei! Sebentar lagi! Tunggulah hingga Qiao Er datang dan melihat kita
berdua!” bentak Tian Fu dengan nada meninggi.
Jantungku
semakin berdegub kencang. Qiao Er? Siapa itu Qiao Er? Ah! Qiao Er! Si ketua
Cheerleaders itu kah? Gadis cantik itu?
“Qiao Er?”
aku mengulang nama gadis yang disebutkan Tian Fu.
Tak ada
jawaban. Tian Fu hanya diam sambil menatap cendela restoran.
“Jadi,
sebenarnya kau ke sini hanya untuk bertemu Qiao Er?”
“Xin Lei,
dengarkan aku dulu...”
“Jawab
pertanyaanku!”
Emosiku
memuncak. Kurasakan aura panas menjalar ke seluruh tubuh melewati setiap
pembuluh darahku. Membuat jantungku berdebar semakin kencang.
“Xin Lei,
sebenarnya....”
“Kau
memanfaatkanku, Tian Fu??!!!”
Seketika
sosok pangeran tampan yang sejak tadi aku puja-puja itu berubah menjadi
penyihir jahat dengan janggutnya yang panjang. Ma Tian Fu! Berengsek kau!!
“Yu Xin Lei,
aku mohon. Bantu aku! Kali ini saja! Berpura-puralah kau sedang berkencan
denganku...”
BYUURR.....!
Kusiramkan
orange juice yang tinggal setengah gelas itu ke wajah Tian Fu. Belum puas! Ku
cari minuman lain untuk kusiramkan lagi ke wajah pengecutnya itu. Meja makan
yang ku temapti telah kosong. Ku lihat seorang waiters berjalan dengan membawa
sepiring penuh Fu Yung Hai. Tanpa banyak pikir ku raih pirng besar itu dan
menumpahkan isinya ke sekujur tubuh Tian Fu.
Semua sudut
otakku telah dipenuhi dengan emosi. Tak peduli semua pasang mata di restoran
itu melihatku dan Tian Fu.
--------------------------------------------------------------------------
Bersambung ke Part 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar