Deadline (part 7) - END
Aaron Yan Fanfiction
Title : Deadline!!!
Author : Ariek Chun-AzzuraChunniess
Genre : Action, Romance
Main Cast :
Liu Yan Shi
Aaron Yan as Yan Ya Lun
Ling Jia Eun
Wu Chun as Wu Ji Zun
Cast :
Chen Yi Ru
Wang Da Dong
Zhao Shu Hai
"Yan Shi! Yan Shi, kau tidak apa-apa?" tanya Ya Lun panik sambil mengguncang-guncangkan tubuh Yan Shi. Yan Shi menatapnya sekilas dengan senyum di bibirnya. Perlahan matanya menutup rapat.
"Yan Shi! Yan Shi, tidak!!" panggil Ya Lun semakin keras.
"Kirim ambulance sekarang juga!!" perintah Inspektur Tao pada bawahannya.
Jia Eun yang terdorong ke samping jalan bangkit mendekati Yan Shi. Matanya berkaca-kaca menatap Yan Shi yang bermandikan darah.
Tak berselang kemudian, sebuah ambulance datang dan membawa Yan Shi ke rumah sakit. Ya Lun tak berhenti menggenggam tangan Yan Shi erat sepanjang perjalanan. Tersirat kekhawatiran yang mendalam di kedua bola matanya.
##############################
"Operasinya sukses. Kami telah mengeluarkan peluru yang berada di perutnya. Namun, darah yang keluar cukup banyak. Kita berdoa saja, semoga Nona Yan Shi berhasil melewati masa kritisnya."
Penjelasan seorang dokter usai dilakukannya operasi semakin menambah kerisauan hati Ya Lun. Lidahnya kelu membeku melihat Yan Shi terbaring diam dengan berbagai alat medis menempel di tubuhnya.
"Ya Lun Ge, maafkan aku." kata Jia Eun lirih sambil mendekati Ya Lun yang berdiri di samping ranjang Yan Shi.
"Gara-gara aku Yan Shi jadi begini. Maaf. Maafkan aku."
"Bukan salahmu, Jia Eun. Yan Shi pasti akan segera sembuh.
Seiring perputaran waktu, kerisauan Ya Lun memudar sedikit demi sedikit. Semakin hari Yan Shi menunjukkan perkembangan yang baik. Tepat seminggu sebelum hari ulang tahunnya, mata Yan Shi mulai terbuka. Senyum kebahagiaan terus merekah di wajah Ya Lun.
"Hei, putri tidur, akhirnya bangun juga kau." ujar Ya Lun sambil membelai kening Yan Shi.
"Ini dimana?" tanya Yan Shi dengan mata sayu.
"Ini di surga." gurau Ya Lun.
"Uh, bicara apa sih.."
Tak sedetikpun Ya Lun beranjak dari sisi Yan Shi. Tiap hari ia sempatkan diri untuk menemani Yan Shi. Kekhawatiran yang terlalu mendalam di masa lalu, membuatnya tak akan lagi mengabaikan Yan Shi.
####################################
Dengan langkah kaki berjingkat-jingkat, Jia Eun berjalan mengendap-endap ke dalam kamar rawat Yan Shi. Kedua tangannya menampa sebuah kue ulang tahun yang dipenuhi cokelat. Sebuah rencana telah disusunnya rapi untuk memberikan Yan Shi sebuah kejutan di hari ulang tahunnya yang jatuh hari ini.
Begitu membuka pintu, dilihatnya Yan Shi tertidur pulas di atas ranjangnya. Pelan-pelan Jia Eun membuka sebuah lemari lebar yang berdiri di dalam ruangan itu. Keadaan lemari yang kosong membuat Jia Eun leluasa bersembunyi di dalam lemari kayu itu. Mata Jia Eun mengintip keluar melalui sekat-sekat yang membujur di lemari setinggi tujuh kaki itu.
Sepuluh menit berlalu. Yan Shi mulai terbangun dari tidurnya. Pelan-pelan ia menegakkan tubuhnya. Diambilnya gelas minuman yang berada di sampingnya. Dengan senyum lebar Jia Eun mulai bersiap keluar dari tempat persembunyiannya dan mengejutkan Yan Shi dengan kue yang dibawanya.
Tiba-tiba terdengar sebuah langkah kaki masuk ke dalam ruangan itu. Segera Jia Eun mengurungkan niatnya. Diamatinya lekat-lekat orang berjaket biru yang berjalan mendekati Yan Shi itu.
"Ya Lun Ge?" tanya Jia Eun dalam hati.
"Aku bosan. Kapan sebenarnya aku boleh pulang?" kata Yan Shi begitu Ya Lun berada di samping ranjangnya.
"Sudahlah. Anggap saja kau sedang liburan panjang. Ehm ya, selamat ulang tahun." Ya Lun menyodorkan sebuah kotak bujur sangkar kepada Yan Shi.
"Iya, terima kasih. Apa ini?" perlahan Yan Shi membuka bungkus kotak itu. Didapatinya sebuah kamera baru di dalamnya. "Hwaaa, ini kan sangat mahal."
"Makanya, jaga kamera ini baik-baik. Aku akan membunuhmu jika sampai rusak."
"Dasar aneh. Kenapa kau malah mengancam orang di hari ulang tahunnya?"
"Eh, tadi pagi Bibi Song meneleponku lagi."
"Lalu kau jawab apa?"
"Entahlah, Yan Shi. Aku tidak berani membohonginya lagi. Lebih baik kita turuti saja keinginannya."
"Kau yakin?"
"Kita sudah menunda pertunangan kita tiga kali. Alasan apa lagi yang harus kita pakai?" Ya Lun menatap tajam ke wajah Yan Shi, "Lagipula..."
"Lagipula apa?"
"Aku tidak ingin lagi melihatmu seperti ini. Aku ingin menjagamu dengan sepenuh hidupku."
Yan Shi terdiam mendengar kata-kata Ya Lun. Hatinya begitu terenyuh melihat sorot keyakinan di mata Ya Lun.
"Bertunangan, lalu menikah, kemudian punya banyak anak. Hahaha..." gurau Ya Lun.
"Dasar. Hei, tuan tampan, lalu akan kau apakan fans kecilmu itu?" sahut Yan Shi.
"Jia Eun maksudmu?" Ya Lun balik bertanya, "Haha, dia sangat lucu. Baru kali ini aku bertemu dengan gadis seceroboh dia. Tingkahnya yang selalu spontan mengingatkanku pada Pei Pei." suara Ya Lun mulai merendah, "Aku sangat rindu padanya."
"Sudahlah, Ya Lun. Pei Pei pasti bahagia di sana."
"Kau tahu? Aku melihat Pei Pei di dalam sorot mata Jia Eun. Rasanya ingin kubawa pulang saja dia dan kutaruh di kamar Pei Pei. Sejak Jia Eun muncul, aku seperti mendapatkan adik yang sudah lama pergi."
"Jadi, kau selama ini perhatian padanya karena menganggapnya sebagai adik?"
"Benar, tuan puteri. Makanya, lucu sekali kau cemburu padanya." Ya Lun mengacak-acak rambut Yan Shi manja. Yan Shi tertawa kecil dibuatnya.
"Jalan-jalan ke halaman belakang yuk. Aku bosan di sini." ajak Yan Shi.
"Baik. Naiklah ke kursi roda."
Pelan-pelan Ya Lun memapah Yan Shi naik ke kursi rodanya. Setelah itu, keduanya keluar dari ruangan itu menuju halaman belakang rumah sakit.
KREKK...
Tangan Jia Eun mendorong lemah pintu lemari kayu tempatnya bersembunyi. Perlahan diinjakkannya kakinya ke lantai. Genangan air mata terlihat membanjiri kedua bola matanya. Genangan itu akhirnya meluber ke pipinya mengiringi dadanya yang penuh sesak. Segala macam hal terasa berjejalan memenuhi labirin paru-parunya.
###############################
"Sudahlah. Anggap saja kau sedang liburan panjang. Ehm ya, selamat ulang tahun."
#######################
Dengan langkah gontai, Jia Eun berjalan mendekati ranjang Yan Shi yang berseberangan dengan lemari itu. Diletakkannya kue berlumuran cokelat itu di atas ranjang Yan Shi.
########################
"Kau yakin?"
"Kita sudah menunda pertunangan kita tiga kali. Alasan apa lagi yang harus kita pakai?"
######################
Sambil mengusap lautan air mata yang memenuhi wajahnya, Jia Eun berlari keluar dari kamar itu. Kakinya melesat kencang menyusuri lorong rumah sakit. Entah sudah berapa orang tidak sengaja tertabrak olehnya. Pandangannya buram dan kelabu.
###############################
"Lagipula..."
"Lagipula apa?"
"Aku tidak ingin lagi melihatmu seperti ini. Aku ingin menjagamu dengan sepenuh hidupku."
################################
Sesampainya di lobi utama rumah sakit besar itu, Jia Eun menghentikan larinya. Pandangannya kini hilang sama sekali. Tulang belulangnya serasa lenyap entah kemana. Tak lagi diketahuinya ia kini sedang berdiri, duduk, atau terbaring.
################################
"Bertunangan, lalu menikah, kemudian punya banyak anak. Hahaha..."
################################
"Jia Eun!"
Sayup-sayup telinga Jia Eun menangkap suara seseorang memanggil namanya.
"Kau kemana saja? Dari tadi pagi aku mencarimu." tanya Ji Zun dengan nafas tersengal-sengal, "Hei, kau menangis?" tanyanya kemudian. Dilihatnya wajah Jia Eun penuh dengan air mata.
################################
"Haha, dia sangat lucu. Baru kali ini aku bertemu dengan gadis seceroboh dia. Tingkahnya yang selalu spontan mengingatkanku pada Pei Pei."
################################
"Jia Eun! Kenapa tidak menjawab? Kau sakit??" Ji Zun menggoyang-goyangkan pundak Jia Eun.
###############################
"Kau tahu? Aku melihat Pei Pei di dalam sorot mata Jia Eun. Rasanya ingin kubawa pulang saja dia dan kutaruh di kamar Pei Pei. Sejak Jia Eun muncul, aku seperti mendapatkan adik yang sudah lama pergi."
################################
"Jia Eun! Jawablah!" Ji Zun mulai panik dibuatnya.
"Adik~..." Yan Shi mengeluarkan sebuah suara lirih. Bibirnya bergetar hebat menahan jutaan kata yang berjejalan di kerongkongannya.
"Adik?" tanya Ji Zun bingung.
################################
"Jadi, kau selama ini perhatian padanya karena menganggapnya sebagai adik?"
###############################
"Hei, Jia Eun! Sebenarnya kau kenapa? Apanya yang 'adik'??" Ji Zun semakin keras melontarkan pertanyaannya.
"Hiks, adik~... Huu huu... " tangis Jia Eun akhirnya meledak. Badai air mata bergemuruh di kedua bola matanya. Ingin rasanya ia memiliki seribu pasang bola mata agar ia cepat mengeluarkan semua beban di hatinya dengan menangis.
"Jia Eun~..." panggil Ji Zun lirih. Didekapnya Jia Eun dengan erat.
"Hiks, adik~..."
"Kau ingin punya adik ya?"
Jia Eun tak sanggup menghentikan isakan tangisnya. Dibiarkannya Ji Zun membelai-belai kepalanya. Ia tak ingin memikirkan apapun sekarang. Biarlah pundak Ji Zun menjadi sandaran terakhir baginya.
###############################
"Akhirnya~.... Lega rasanya bisa melihat kalian menikah."
"Iya, cepatlah melahirkan anak. Aku ingin segera menimang cucu."
"Ah, ibu. Tidak secepat itu kan."
"Tentu bisa. Kau mengandungnya jangan sembilan bulan. Dipersingkat saja, biar cepat lahir." celetuk Ya Lun.
"Ih, mana bisa."
Yan Shi mencubit lengan Ya Lun. Sontak seluruh orang yang berada di situ tertawa terbahak-bahak.
Hanya tinggal beberapa orang saja di ruangan besar itu. Resepsi pernikahan baru saja usai sejam lalu. Beberapa orang mulai menurunkan hiasan-hiasan yang menempel di dinding.
"Yan Shi, ayo pulang." ajak Ya Lun.
"Tunggu dulu. Kau tidak merasa ada seseorang yang belum datang?" kata Yan Shi sambil melihat pintu masuk ruangan yang berada di hotel berbintang itu.
"Seseorang?"
"Yan Shi!!" seorang gadis dengan gaun merah jambu berlari memasuki ruangan itu.
"Jia Eun?"
Muncul Ji Zun di belakangnya. Keduanya berlari membelah ruangan yang telah kosong itu menuju ke arah Yan Shi dan Ya Lun.
"Hei, kemana saja kalian? Pestanya sudah selesai sejam lalu." kata Ya Lun.
"Maaf! Maaf! Kami tersesat!"
"Tersesat? Bagaimana bisa?" tanya Yan Shi.
"Ugh! Kau sih ngeyel. Sudah kubilang kan acaranya di Hotel Grand Park!" kata Jia Eun sebal sambil menyikut Ji Zun.
"Enak saja menyalahkanku. Kau itu yang dandannya seabad. Memilih pakaian saja seperti memilih rumah."
"Kau itu yang nyetirnya seperti kura-kura!" Jia Eun tidak mau kalah.
"Hei! Jalannya yang macet!"
"Sudah, sudah. Dari dulu kalian tetap saja tidak berubah." lerai Yan Shi.
"Ehm, selamat, ya. Semoga kalian menjadi suami istri yang bahagia." kata Jia Eun dengan senyum lebar.
"Wah, kau bertambah tinggi, ya, Jia Eun. Bagaimana rasanya bekerja di divisi barumu?" ujar Ya Lun.
"Menyenangkan sekali. Setidaknya di sana tak ada lagi kepala divisi sombong yang suka mengomel."
"Apa maksudmu? Minta dijitak lagi kau??"
"Hahaha... Oh ya, Ji Zun, cepat keluarkan kadonya." kata Jia Eun.
"Kado? Bukannya kau yang membawa?"
"Tidak. Kau kan yang membawanya?"
"Sedikitpun aku tidak menyentuhnya. Kau yang membawanya."
"Bukankah aku sudah minta kau membawakannya??"
"Kapan kau bilang??"
"Aduh! Kau itu plinplan sekali."
"Apa katamu???"
Ya Lun dan Yan Shi hanya geleng-geleng kepala melihat Ji Zun dan Jia Eun perang mulut. Sejurus kemudian mereka tertawa lepas melihat tingkah keduanya yang sama-sama tidak mau mengalah.
Title : Deadline!!!
Author : Ariek Chun-AzzuraChunniess
Genre : Action, Romance
Main Cast :
Liu Yan Shi
Aaron Yan as Yan Ya Lun
Ling Jia Eun
Wu Chun as Wu Ji Zun
Cast :
Chen Yi Ru
Wang Da Dong
Zhao Shu Hai
"Yan Shi! Yan Shi, kau tidak apa-apa?" tanya Ya Lun panik sambil mengguncang-guncangkan tubuh Yan Shi. Yan Shi menatapnya sekilas dengan senyum di bibirnya. Perlahan matanya menutup rapat.
"Yan Shi! Yan Shi, tidak!!" panggil Ya Lun semakin keras.
"Kirim ambulance sekarang juga!!" perintah Inspektur Tao pada bawahannya.
Jia Eun yang terdorong ke samping jalan bangkit mendekati Yan Shi. Matanya berkaca-kaca menatap Yan Shi yang bermandikan darah.
Tak berselang kemudian, sebuah ambulance datang dan membawa Yan Shi ke rumah sakit. Ya Lun tak berhenti menggenggam tangan Yan Shi erat sepanjang perjalanan. Tersirat kekhawatiran yang mendalam di kedua bola matanya.
##############################
"Operasinya sukses. Kami telah mengeluarkan peluru yang berada di perutnya. Namun, darah yang keluar cukup banyak. Kita berdoa saja, semoga Nona Yan Shi berhasil melewati masa kritisnya."
Penjelasan seorang dokter usai dilakukannya operasi semakin menambah kerisauan hati Ya Lun. Lidahnya kelu membeku melihat Yan Shi terbaring diam dengan berbagai alat medis menempel di tubuhnya.
"Ya Lun Ge, maafkan aku." kata Jia Eun lirih sambil mendekati Ya Lun yang berdiri di samping ranjang Yan Shi.
"Gara-gara aku Yan Shi jadi begini. Maaf. Maafkan aku."
"Bukan salahmu, Jia Eun. Yan Shi pasti akan segera sembuh.
Seiring perputaran waktu, kerisauan Ya Lun memudar sedikit demi sedikit. Semakin hari Yan Shi menunjukkan perkembangan yang baik. Tepat seminggu sebelum hari ulang tahunnya, mata Yan Shi mulai terbuka. Senyum kebahagiaan terus merekah di wajah Ya Lun.
"Hei, putri tidur, akhirnya bangun juga kau." ujar Ya Lun sambil membelai kening Yan Shi.
"Ini dimana?" tanya Yan Shi dengan mata sayu.
"Ini di surga." gurau Ya Lun.
"Uh, bicara apa sih.."
Tak sedetikpun Ya Lun beranjak dari sisi Yan Shi. Tiap hari ia sempatkan diri untuk menemani Yan Shi. Kekhawatiran yang terlalu mendalam di masa lalu, membuatnya tak akan lagi mengabaikan Yan Shi.
####################################
Dengan langkah kaki berjingkat-jingkat, Jia Eun berjalan mengendap-endap ke dalam kamar rawat Yan Shi. Kedua tangannya menampa sebuah kue ulang tahun yang dipenuhi cokelat. Sebuah rencana telah disusunnya rapi untuk memberikan Yan Shi sebuah kejutan di hari ulang tahunnya yang jatuh hari ini.
Begitu membuka pintu, dilihatnya Yan Shi tertidur pulas di atas ranjangnya. Pelan-pelan Jia Eun membuka sebuah lemari lebar yang berdiri di dalam ruangan itu. Keadaan lemari yang kosong membuat Jia Eun leluasa bersembunyi di dalam lemari kayu itu. Mata Jia Eun mengintip keluar melalui sekat-sekat yang membujur di lemari setinggi tujuh kaki itu.
Sepuluh menit berlalu. Yan Shi mulai terbangun dari tidurnya. Pelan-pelan ia menegakkan tubuhnya. Diambilnya gelas minuman yang berada di sampingnya. Dengan senyum lebar Jia Eun mulai bersiap keluar dari tempat persembunyiannya dan mengejutkan Yan Shi dengan kue yang dibawanya.
Tiba-tiba terdengar sebuah langkah kaki masuk ke dalam ruangan itu. Segera Jia Eun mengurungkan niatnya. Diamatinya lekat-lekat orang berjaket biru yang berjalan mendekati Yan Shi itu.
"Ya Lun Ge?" tanya Jia Eun dalam hati.
"Aku bosan. Kapan sebenarnya aku boleh pulang?" kata Yan Shi begitu Ya Lun berada di samping ranjangnya.
"Sudahlah. Anggap saja kau sedang liburan panjang. Ehm ya, selamat ulang tahun." Ya Lun menyodorkan sebuah kotak bujur sangkar kepada Yan Shi.
"Iya, terima kasih. Apa ini?" perlahan Yan Shi membuka bungkus kotak itu. Didapatinya sebuah kamera baru di dalamnya. "Hwaaa, ini kan sangat mahal."
"Makanya, jaga kamera ini baik-baik. Aku akan membunuhmu jika sampai rusak."
"Dasar aneh. Kenapa kau malah mengancam orang di hari ulang tahunnya?"
"Eh, tadi pagi Bibi Song meneleponku lagi."
"Lalu kau jawab apa?"
"Entahlah, Yan Shi. Aku tidak berani membohonginya lagi. Lebih baik kita turuti saja keinginannya."
"Kau yakin?"
"Kita sudah menunda pertunangan kita tiga kali. Alasan apa lagi yang harus kita pakai?" Ya Lun menatap tajam ke wajah Yan Shi, "Lagipula..."
"Lagipula apa?"
"Aku tidak ingin lagi melihatmu seperti ini. Aku ingin menjagamu dengan sepenuh hidupku."
Yan Shi terdiam mendengar kata-kata Ya Lun. Hatinya begitu terenyuh melihat sorot keyakinan di mata Ya Lun.
"Bertunangan, lalu menikah, kemudian punya banyak anak. Hahaha..." gurau Ya Lun.
"Dasar. Hei, tuan tampan, lalu akan kau apakan fans kecilmu itu?" sahut Yan Shi.
"Jia Eun maksudmu?" Ya Lun balik bertanya, "Haha, dia sangat lucu. Baru kali ini aku bertemu dengan gadis seceroboh dia. Tingkahnya yang selalu spontan mengingatkanku pada Pei Pei." suara Ya Lun mulai merendah, "Aku sangat rindu padanya."
"Sudahlah, Ya Lun. Pei Pei pasti bahagia di sana."
"Kau tahu? Aku melihat Pei Pei di dalam sorot mata Jia Eun. Rasanya ingin kubawa pulang saja dia dan kutaruh di kamar Pei Pei. Sejak Jia Eun muncul, aku seperti mendapatkan adik yang sudah lama pergi."
"Jadi, kau selama ini perhatian padanya karena menganggapnya sebagai adik?"
"Benar, tuan puteri. Makanya, lucu sekali kau cemburu padanya." Ya Lun mengacak-acak rambut Yan Shi manja. Yan Shi tertawa kecil dibuatnya.
"Jalan-jalan ke halaman belakang yuk. Aku bosan di sini." ajak Yan Shi.
"Baik. Naiklah ke kursi roda."
Pelan-pelan Ya Lun memapah Yan Shi naik ke kursi rodanya. Setelah itu, keduanya keluar dari ruangan itu menuju halaman belakang rumah sakit.
KREKK...
Tangan Jia Eun mendorong lemah pintu lemari kayu tempatnya bersembunyi. Perlahan diinjakkannya kakinya ke lantai. Genangan air mata terlihat membanjiri kedua bola matanya. Genangan itu akhirnya meluber ke pipinya mengiringi dadanya yang penuh sesak. Segala macam hal terasa berjejalan memenuhi labirin paru-parunya.
###############################
"Sudahlah. Anggap saja kau sedang liburan panjang. Ehm ya, selamat ulang tahun."
#######################
Dengan langkah gontai, Jia Eun berjalan mendekati ranjang Yan Shi yang berseberangan dengan lemari itu. Diletakkannya kue berlumuran cokelat itu di atas ranjang Yan Shi.
########################
"Kau yakin?"
"Kita sudah menunda pertunangan kita tiga kali. Alasan apa lagi yang harus kita pakai?"
######################
Sambil mengusap lautan air mata yang memenuhi wajahnya, Jia Eun berlari keluar dari kamar itu. Kakinya melesat kencang menyusuri lorong rumah sakit. Entah sudah berapa orang tidak sengaja tertabrak olehnya. Pandangannya buram dan kelabu.
###############################
"Lagipula..."
"Lagipula apa?"
"Aku tidak ingin lagi melihatmu seperti ini. Aku ingin menjagamu dengan sepenuh hidupku."
################################
Sesampainya di lobi utama rumah sakit besar itu, Jia Eun menghentikan larinya. Pandangannya kini hilang sama sekali. Tulang belulangnya serasa lenyap entah kemana. Tak lagi diketahuinya ia kini sedang berdiri, duduk, atau terbaring.
################################
"Bertunangan, lalu menikah, kemudian punya banyak anak. Hahaha..."
################################
"Jia Eun!"
Sayup-sayup telinga Jia Eun menangkap suara seseorang memanggil namanya.
"Kau kemana saja? Dari tadi pagi aku mencarimu." tanya Ji Zun dengan nafas tersengal-sengal, "Hei, kau menangis?" tanyanya kemudian. Dilihatnya wajah Jia Eun penuh dengan air mata.
################################
"Haha, dia sangat lucu. Baru kali ini aku bertemu dengan gadis seceroboh dia. Tingkahnya yang selalu spontan mengingatkanku pada Pei Pei."
################################
"Jia Eun! Kenapa tidak menjawab? Kau sakit??" Ji Zun menggoyang-goyangkan pundak Jia Eun.
###############################
"Kau tahu? Aku melihat Pei Pei di dalam sorot mata Jia Eun. Rasanya ingin kubawa pulang saja dia dan kutaruh di kamar Pei Pei. Sejak Jia Eun muncul, aku seperti mendapatkan adik yang sudah lama pergi."
################################
"Jia Eun! Jawablah!" Ji Zun mulai panik dibuatnya.
"Adik~..." Yan Shi mengeluarkan sebuah suara lirih. Bibirnya bergetar hebat menahan jutaan kata yang berjejalan di kerongkongannya.
"Adik?" tanya Ji Zun bingung.
################################
"Jadi, kau selama ini perhatian padanya karena menganggapnya sebagai adik?"
###############################
"Hei, Jia Eun! Sebenarnya kau kenapa? Apanya yang 'adik'??" Ji Zun semakin keras melontarkan pertanyaannya.
"Hiks, adik~... Huu huu... " tangis Jia Eun akhirnya meledak. Badai air mata bergemuruh di kedua bola matanya. Ingin rasanya ia memiliki seribu pasang bola mata agar ia cepat mengeluarkan semua beban di hatinya dengan menangis.
"Jia Eun~..." panggil Ji Zun lirih. Didekapnya Jia Eun dengan erat.
"Hiks, adik~..."
"Kau ingin punya adik ya?"
Jia Eun tak sanggup menghentikan isakan tangisnya. Dibiarkannya Ji Zun membelai-belai kepalanya. Ia tak ingin memikirkan apapun sekarang. Biarlah pundak Ji Zun menjadi sandaran terakhir baginya.
###############################
"Akhirnya~.... Lega rasanya bisa melihat kalian menikah."
"Iya, cepatlah melahirkan anak. Aku ingin segera menimang cucu."
"Ah, ibu. Tidak secepat itu kan."
"Tentu bisa. Kau mengandungnya jangan sembilan bulan. Dipersingkat saja, biar cepat lahir." celetuk Ya Lun.
"Ih, mana bisa."
Yan Shi mencubit lengan Ya Lun. Sontak seluruh orang yang berada di situ tertawa terbahak-bahak.
Hanya tinggal beberapa orang saja di ruangan besar itu. Resepsi pernikahan baru saja usai sejam lalu. Beberapa orang mulai menurunkan hiasan-hiasan yang menempel di dinding.
"Yan Shi, ayo pulang." ajak Ya Lun.
"Tunggu dulu. Kau tidak merasa ada seseorang yang belum datang?" kata Yan Shi sambil melihat pintu masuk ruangan yang berada di hotel berbintang itu.
"Seseorang?"
"Yan Shi!!" seorang gadis dengan gaun merah jambu berlari memasuki ruangan itu.
"Jia Eun?"
Muncul Ji Zun di belakangnya. Keduanya berlari membelah ruangan yang telah kosong itu menuju ke arah Yan Shi dan Ya Lun.
"Hei, kemana saja kalian? Pestanya sudah selesai sejam lalu." kata Ya Lun.
"Maaf! Maaf! Kami tersesat!"
"Tersesat? Bagaimana bisa?" tanya Yan Shi.
"Ugh! Kau sih ngeyel. Sudah kubilang kan acaranya di Hotel Grand Park!" kata Jia Eun sebal sambil menyikut Ji Zun.
"Enak saja menyalahkanku. Kau itu yang dandannya seabad. Memilih pakaian saja seperti memilih rumah."
"Kau itu yang nyetirnya seperti kura-kura!" Jia Eun tidak mau kalah.
"Hei! Jalannya yang macet!"
"Sudah, sudah. Dari dulu kalian tetap saja tidak berubah." lerai Yan Shi.
"Ehm, selamat, ya. Semoga kalian menjadi suami istri yang bahagia." kata Jia Eun dengan senyum lebar.
"Wah, kau bertambah tinggi, ya, Jia Eun. Bagaimana rasanya bekerja di divisi barumu?" ujar Ya Lun.
"Menyenangkan sekali. Setidaknya di sana tak ada lagi kepala divisi sombong yang suka mengomel."
"Apa maksudmu? Minta dijitak lagi kau??"
"Hahaha... Oh ya, Ji Zun, cepat keluarkan kadonya." kata Jia Eun.
"Kado? Bukannya kau yang membawa?"
"Tidak. Kau kan yang membawanya?"
"Sedikitpun aku tidak menyentuhnya. Kau yang membawanya."
"Bukankah aku sudah minta kau membawakannya??"
"Kapan kau bilang??"
"Aduh! Kau itu plinplan sekali."
"Apa katamu???"
Ya Lun dan Yan Shi hanya geleng-geleng kepala melihat Ji Zun dan Jia Eun perang mulut. Sejurus kemudian mereka tertawa lepas melihat tingkah keduanya yang sama-sama tidak mau mengalah.
-------------------E-N-D---------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar