Kamis, 27 Desember 2012

(Fanfiction) Mr. Perfect is My Friend / part 1

Title                   : Mr. Perfect is My Friend

Author              : Ariek Chun-Azzura © 2012

Length              : multichapter

Rating               : General

Genre                : Friendship, comedy


Main Cast        :

Semua member Fahrenheit
* Wu Chun as Chun
* Calvin Chen as Yi Ru
* Jiro Wang as Da Dong
* Aaron Yan as Ya Lun




>>>>>>>>>>>>>>

      Ada kalanya orang bertanya padamu, kenapa kau lebih memilih pilihan ini daripada pilihan itu. Dan aku yakin, tidak semua pertanyaan aneh itu kau jawab. Karena aku tahu, aku dan kau sama seperti manusia lainnya, terkadang tak tahu alasan dari sebuah kejadian.

      Hal itu terjadi ketika aku mulai bertemu dengan banyak orang, namun hanya beberapa yang rasanya dekat denganku. Ah, sudahlah. Kau mungkin bosan mendengar celotehanku yang tak ada bedanya dengan ulasan ilmiah profesor.

      Aku membiarkan hidupku mengalir seperti air. Tapi tetap aq sendiri yang menentukan arusnya kemana. Usai menyelesaikan kuliahku di Kanada, kuberanikan diriku mengikuti kontes untuk menjadi artis. Tak perlu kujelaskan panjang lebar, yang kudapat sekarang adalah aku resmi menjadi member boyband terkenal di Taiwan. Mencoba hal baru, bertemu orang-orang baru, dan banyak lainnya.

      Perlu kutegaskan, aku sangat menikmati jerih payahku. Tapi, ya, kau tahu? Tiap hal pasti ada sisi tidak menyenangkannya. Bukannya tidak menyenangkan, mungkin sedikit menjengkelkan. Ah, semacam itulah.

      "Wah~, kostumku tidak ada lengannya. Padahal aku lebih ganteng pakai yang berlengan." gumam Da Dong sambil berputar-putar di depan kaca rias.

      "Kau kan diidentikkan dengan musim panas, makanya kostummu pendek-pendek." sahutku.

      "Eh, jaket ini keren juga." kata Da Dong sambil meraih sebuah jaket kulit yang tersampir di kursi. Dipakainya jaket itu lalu tersenyum sumringah, "Nah kan! Apa kubilang? Aku jadi lebih gagah kalau memakai pakaian yang ada lengannya."

      "Da Dong!!! Apa yang kau lakukan?!" tanya Chun setengah berteriak. Ia muncul dari balik pintu kamar ganti dan langsung membulatkan matanya melihat Da Dong mengenakan jaketnya. "Lepaskan!!"

      "Apa?"

      "Kubilang lepaskan! Enak saja kau memakai jaketku!!"

      "Biasa saja lah. Aku kan hanya mencobanya."

      "Tidak bisa! Cepat lepaskan! Jaketku terkontaminasi keringatmu!" bentak Chun habis-habisan sambil menghampiri Da Dong. Aku hanya diam di kursi melihat dua orang temanku yang sama-sama berkepala batu itu perang mulut.

      "Hei! Aku baru mandi sepuluh menit lalu!!" balas Da Dong tidak terima.

      Tiba-tiba pintu terbuka. Muncul Manajer dan seorang laki-laki dengan kamera tergantung di dadanya.

      "Anak-anak? Sudah selesai? Cepat keluar, pemotretan dimulai sekarang." kata Manajer.

      "Manajer, jaketku harus diganti." sahut Chun.

      Manajer tertegun sejenak, "Diganti?"

      "Iya. Jaketku kotor." tegas Chun.

      "Kau menumpahkan minuman di jaketmu?" tanya Manajer menebak.

      "Tidak."

      "Lalu kenapa?"

      "Jaketnya dipakai Da Dong." jawab Chun.

      "Oh, baiklah. Da Dong, lepaskan jaketnya." kata Manajer.

      "Dari tadi aku memang ingin melepasnya. Aku kan hanya mencobanya sebentar." kata Da Dong sambil melepas jaket itu lalu menyerahkannya pada Chun.

      "Tidak!! Singkirkan itu dariku!" kata Chun ketakutan seolah jaket coklat itu akan menerkamnya.

      Seluruh orang dalam ruangan itu, termasuk aku, saling pandang keheranan melihat tingkah Chun.

      "Cepat, Chun! Pakailah! Kita harus mulai sekarang." perintah Manajer.

      "Tidak akan! Aku mau jaket lain!" tukas Chun.

      "Kau pikir aku akan menularkan virus penyakit padamu?!!" kata Da Dong tidak terima.

      "Bisa jadi lebih parah kan? Mungkin itu virus mematikan yang belum ada obatnya."

      "Kau!"

      "Sudah!" lerai Manajer, "Chun, pakailah. Jaket itu tidak ada virusnya, kok."

      "Dari mana Anda yakin? Kita tidak pernah tahu hewan mikroskopis apa yang ada di sana." kata Chun bersihkukuh.

      Manajer menganga mendengar kata-kata Chun. Sejurus kemudian ia menghela nafas berat. Aku paham bagaimana perasaannya. Meladeni orang super steril macam Chun tak ada bedanya dengan menjinakkan singa Afrika.
      Chun adalah salah satu anggota Fahrenheit, boyband-ku. Atau kata lainnya, dia teman segrupku. Awal mula bertemu dengannya, dia nampak menyenangkan, bersahabat, dan humoris meski wajahnya terkesan dingin. Tapi, semakin sering bertemu dengannya, aku mulai tahu kebiasaannya yang membuat banyak orang tercengang. Dia itu obsesi sekali pada kebersihan. Bahkan lebih parah dari itu. Pikirannya selalu terbang jauh dan membayangkan makhluk-makhluk yang hanya bisa dilihat dengan mikroskop. Sungguh di luar kewajaran. Entahlah, bagiku ini bukan ideologi atau paham, bagiku ini adalah sebuah kelainan.

      Bertahun-tahun selalu perform bersama, memberi kami - aku, Ya Lun, Da Dong dan Manajer - banyak pengalaman menakjubkan akan Chun. Seakrab apapun kau dengannya, dia tak akan rela berbagi selimut denganmu. Kami yang sudah lebih dari sekedar rekan kerja, tak luput diusirnya dari kamarnya jika kedapatan melanggar "Undang-undang" yang dibuatnya. Tidak boleh naik ke ranjang, tidak boleh menyentuh sembarang benda, tidak boleh memakai gelasnya, dan jika kusebutkan semua, catatan ini bisa-bisa menjelma menjadi "Buku Undang-undang Chun"

      >>>>>

      "Ya Lun?" gumamku begitu membuka pinta kamar hotelku.

      "Aku boleh pinjam toiletmu?" tanya Ya Lun sambil beranjak masuk ke dalam kamar.

      "Toiletmu kenapa?"

      "Airnya mati. Apes sekali aku." jawab Ya Lun sambil menyelonong ke toilet.

      "Tapi, buat apa jauh-jauh ke kamarku? Bukankah kamarmu bersebelahan dengan Chun?"

      "Dia tidak punya belas kasihan. Aku tidak boleh meminjam toiletnya dengan alasan yang tidak jelas."

      Aku mulai menangkap maksud Ya Lun.

      "Jadi, kau rela turun lima lantai ke sini hanya untuk pinjam toilet?"

      "Yah, harusnya kamarku bersebelahan denganmu."

      Ya Lun menutup pintu toilet. Bisa kubaca raut sebal di wajahnya. Aku tersenyum tipis. Satu lagi pengalaman aneh yang harus kami ingat selamanya, Chun tidak akan pernah mau berbagi toilet dengan orang lain.
      Sebenarnya, terkadang kami senang dengan sifat supersteril yang dimiliki Chun. Remah-remah makanan di lantai yang terjatuh ketika kami makan selalu Chun bersihkan. Dia bahkan rela menghabiskan waktu untuk menata sepatu-sepatu kami yang berserakan di lantai. Dan tentu saja, setelah itu ia akan menghabiskan waktu di wastafel demi mencuci tangannya dengan sabun disinfektan.

      Itulah secuil dampak menyenangkan dari keobsesifan Chun akan sesuatu yang bersih. Di luar itu semua, kami hanya bisa menahan jengkel dengan tingkahnya yang melebihi batas kewajaran.

>>>>>

      "Direktur memanggil kalian. Ini terkait dengan lagu baru kalian yang akan dirilis." kata Manajer sambil menuntun kami berempat menuju lift.

      "Apa lagi yang perlu dibicarakan?" tanyaku.

      "Ada perubahan lokasi. Kabarnya syuting video klipnya diubah di pantai."

      Pintu lift terbuka. Kami berjalan ke arah ruangan Direktur. Setelah mengetuk pintu sebentar, Direktur membuka pintu ruangannya. Tak banyak direktur utama sebuah perusahaan ternama rela membukakan pintu untuk orang lain. Direktur Chang memang benar-benar orang yang ramah.

      "Hei! Selamat pagi!" sapa Direktur Chang dengan senyum lebar. Ia menjabat tangan kami berempat dengan hangatnya. Lalu mempersilahkan duduk di sebuah sofa di depan mejanya.

      Kami membalas sapaannya dan turut tersenyum. Kami berempat duduk berjajar, sementara Manajer berdiri di samping sofa sambil membolak-balik buku agendanya.

      "Maaf tiba-tiba memanggil kalian ke sini. Ada hal penting mengenai pembuatan video klip kalian yang ingin kuubah." kata Direktur Chang. Belum sempat ia melanjutkan kata-katanya, seorang wanita berpakaian rapi yang tidak lain adalah Asisten Direktur Chang masuk ke dalam ruangan. Ia berhenti sejenak di depan pintu melihat kami di sana.

      "Eh? Pak Chang? Aku baru mengambilkanmu sabun, kau sudah~...."

      "Aku ada meeting mendadak, jadi aku mencuci tanganku dengan sabun." kata Direktu Chang memotong kalimat asisten pribadinya, "Letakkan saja sabunnya."

      Asisten Yun berjalan masuk menuju toilet pribadi Direktur Chang.

      "Baik, kita lanjutkan."

      "Tunggu." tiba-tiba suara Chun menghentikan kata-kata Direktur Chang.

      "Ada apa, Chun?" tanya Direktur Chang.

      "Memangnya tadi Anda melakukan apa sampai harus mencuci tangan?" tanya Chun.

      Oh, tidak! Dia kumat!

      "Hahaha!" Direktur tertawa lepas, "Tadi aku makan lobster panggang, oleh-oleh dari seorang teman. Lobsternya besar sekali, aku sampai kewalahan menghabiskannya, hahaha." jelas Direktur penuh semangat.

      "Jadi, Anda makan lobster panggang dan hanya menggunakan air untuk mencuci tangan?" tanya Chun lagi.

      Aku, Ya Lun, Da Dong dan Manajer menahan nafas.

      "Eh? Iya. Sabunnya tadi habis." jawab Direktur Chang masih dengan senyum lebar.

      Chun terperangah, seolah-olah baru saja mendengar berita rumahnya kena bom nuklir. Mulutnya menganga, sementara matanya membulat ke arah Direktur Chang.

      "Kenapa Anda melakukan itu? Harusnya Anda mencuci tangan dengan sabun sebelum menyentuh benda atau orang lain. Mestinya Anda menunggu sabun yang diambilkan Asisten Yun datang." kata Chun, membuatku semakin tidak sanggup bernafas.

      Kini giliran Direktur Chang yang menganga. Sorot mata heran bercampur bingung terpancar jelas dari bola matanya.

      Suasana hening seketika. Aku semakin diam membatu. Sementara Manajer megap-megap menatap Chun dan Direktur Chang bergantian.

      CHUN ITU SEBENARNYA SADAR ATAU TIDAK DI SEDANG BICARA DENGAN SIAPA??

      "Ah, Direktur Chang, mari kita lanjutkan." kata Manajer memecah keheningan.

      "Tapi~....." Chun mencoba menyelesaikan argumennya.

      "Chun, diam dan dengarkan!" perintah Manajer dengan suara tertahan di tenggorokan. Berusaha keras menghentikan tingkah gila Chun tanpa sepengetahuan Direktur.

      Chun menurunkan pundaknya. Menghela nafas panjang setelah menerima tatapan aku-akan-membunuhmu-jika-kau-tidak-diam dari Manajer.

       Direktur Chang tersenyum kaku. Sejurus kemudian ia mulai meneruskan penjelasannya setelah dibujuk Manajer. Chun terus menunduk. Menatap kedua belah tangannya yang terbuka di atas pahanya. Seolah-olah ada luka bakar sangat parah di sana. Aku yakin, tempat pertama yang ia tuju setelah keluar dari ruangan Direktur Chang adalah toilet.

      >>>>>

Bersambung ke part 2 ----------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar