A Conflict [part one]
Fei Lun Hai Fanfiction
Taipei di Bulan Desember, dingin serasa menusuk tulang dan membekukan tubuh. Kepingan putih indah dari langit semakin menambah kemegahan Desember di atas bumi. Namun dingin nan menyeruak ini agaknya tak membuat keramaian Kota Taipei padam. Ratusan manusia masih menyibukkan dirinya dengan aktivitas yang tiada henti. Putih salju di setiap ruas jalan malah semakin membuat mereka merasakan perasaan yang indah di hatinya. Bekerja di atas salju, itulah idaman di Bulan Desember.
Perasaan indah yang hinggap di setiap hati orang Taipei sepertinya masih belum ada apa-apanya dengan perasaan yang sekarang ini menenuhi hati Wang Da Dong. Bahkan sekalipun itu dibandingkan dengan perasaan yang sedang dirasakan oleh semua orang di muka bumi ini. Bunga mawar, melati, teratai bahkan lotus, tak ada satupun bunga yang bisa mewakili mekarnya perasaan indah di hati Da Dong sekarang ini.
Lampu lalu lintas, pagar pembatas jalan, sampai pohon-pohon di sepanjang jalan utama di kota putih itu serasa sedang menari indah untuknya. Deru mobil yang dikendarainya bukan lagi terdengar seperti deru mesin mobil, itu adalah nyanyian merdu peri-peri kecil yang berternbangan di depan kaca mobilnya.
”Wang Da Dong…. Wang Da Dong…. Kau tampan sekali malam ini….”
”Wang Da Dong….. jasmu sungguh menawan….”
“Wang Da Dong…. Kaulah si pangeran cinta…..”
Wang Da Dong memainkan kepalanya ke kiri dan ke kanan seiring irama melodi peri-peri. Sebentar-sebentar Da Dong menoleh pada Li Ya, gadis cantik yang sedang duduk manis di sebelahnya. Li Ya tersenyum kecil pada Da Dong, Da Dong membalasnya dengan senyum lebar, lebar, dan semakin lebar.
”Wang Da Dong….. Tong Li Ya…. Kalianlah Romeo dan Juliet yang sebenaranya….” Ujar peri kecil di sebelah kaca spionnya.
Wang Da Dong semakin tak bisa menahan luapan perasaanya. Senyum lebarnya kini berubah menjadi tawa keras. Da Dong melajukan mobilnya semakin kencang di jalanan.
Simponi indah di dalam mobil Da Dong terhenti begitu mobil silver itu memasuki tempat parkir sebuah restoran perancis di salah satu sudut kota Taipei. Da Dong buru-buru keluar dari mobilnya lalu membukakan pintu mobilnya untuk Tong Li Ya dengan riang. Simponi cinta Da Dong berlanjut di dalam restoran masakan perancis itu. Keduanya berjalan beriringan bak sepasang pengantin yang sedang berjalan di pelataran. Da Dong menuntun Li Ya menuju meja yang telah ia pesan sebelumnya. Tentu saja bukan sembarang meja. Meja makan yang akan menjadi saksi bisu keromantisan cintanya itu haruslah di letakkan di tempat yang romantis, dengan lilin-lilin romantis, juga diiringi lagu romantis. Li Ya tersenyum melihat pemuda di depannya itu membawanya membelah seluruh ruangan menuju meja pesanan Da Dong. Tak lama setelah kedunya duduk di meja itu seorang waiters berpakaian rapi menghampiri mereka. Dengan hidangan bak makanan surga, Da Dong dan Li Ya melewati malam di Bulan Desember itu dengan penuh keromantisan.
Satu jam berlalu.
Tiba-tiba terdengar suara dentingan musik dari ponsel Li Ya.
“Ah, maaf.” Kata Li Ya tidak enak.
“Tidak apa-apa. Angkat saja.” Balas Da Dong.
“Wei…” jawab Li Ya pada seseorang di seberang sana. “Benarkah? Iya, iya…..” lanjut Li Ya sambil mengangguk-angguk, “Iya….” lanjutnya lagi. Lalu menutup ponselnya.
“Kenapa?” Tanya Da Dong melihat raut muka Li Ya berubah.
“Dui bu qi. Tadi ibuku telepon, ayahku akan berangkat ke Jepang sebentar lagi, aku harus pulang untuk mengantar kepergiannya ke bandara.” Jelas Li Ya.
“Oh, tidak apa-apa. Lagi pula kita sudah cukup lama di sini. Aku akan mengantarmu pulang.” Jawab Da Dong.
“Maaf, Da Dong…” kata Li Ya lagi sambil sedikit membungkuk badannya.
“Sudahlah. Berhentilah meminta maaf. Aku juga sudah kekenyangan.” Balas Da Dong tidak enak melihat gadis manis di depannya itu berkali-kali meminta maaf padanya. Da Dong mengangkat tangannya memanggil waiters. Tak lama kemudian seorang waiters datang lalu menyerahkan bon padanya.
Da Dong memasukkan tangannya ke saku celananya untuk mengambil dompet. Tak ada apa-apa di sana. Da Dong beralih ke saku kemejanya. Nihil, dompetnya juga tak ada di sana. Wajah Da Dong mulai menunjukkan gelagat tidak enak. Keringat dingin nampak menyembul di keningnya.
“Kenapa Da Dong?” Tanya Li Ya.
“Ap, apa? Ah…~ tidak apa.” Jawab Da Dong gugup.
“Kau berkeringat Da Dong.”
“Kau tunggu di sini ya, aku harus ke toilet.” Da Dong berjalan cepat menuju toilet meninggalkan Li Ya yang keheranan.
“Tamat riwayatku!” gumam Da Dong begitu memasuki toilet. Sekali lagi tangan Da Dong menelusuri setiap sudut pakaiannya mencari dompet kulitnya. “Aduhh, dimana dompetku?”
Judul : Fei Lun Hai Story ----> A Conflict
Author : Ariek Chun-AzzuraChunniess
Genre : Kesetiakawanan
Main Cast : Wu Chun
Wang Da Dong
Chen Yi Ru
Yan Ya Lun
Cast :
Tong Li Ya
Yang Cheng Lin
Disclaimer :
FF
ini saya buat dengan segenap hati atas dasar kecintaan saya pada
keempat pria yang tergabung di Boyband Fei Lun Hai. keterenyuhan hati
saya akan kesetiakawanan mereka. Jika kalian suka silakan copy FF ini
kemudian save di disc kalian. :).... tapi mengaku2 bahwa FF ini yg
membuat kalian adalah terlarang. *dilempar dari atas gedung*
#############################
Taipei di Bulan Desember, dingin serasa menusuk tulang dan membekukan tubuh. Kepingan putih indah dari langit semakin menambah kemegahan Desember di atas bumi. Namun dingin nan menyeruak ini agaknya tak membuat keramaian Kota Taipei padam. Ratusan manusia masih menyibukkan dirinya dengan aktivitas yang tiada henti. Putih salju di setiap ruas jalan malah semakin membuat mereka merasakan perasaan yang indah di hatinya. Bekerja di atas salju, itulah idaman di Bulan Desember.
Perasaan indah yang hinggap di setiap hati orang Taipei sepertinya masih belum ada apa-apanya dengan perasaan yang sekarang ini menenuhi hati Wang Da Dong. Bahkan sekalipun itu dibandingkan dengan perasaan yang sedang dirasakan oleh semua orang di muka bumi ini. Bunga mawar, melati, teratai bahkan lotus, tak ada satupun bunga yang bisa mewakili mekarnya perasaan indah di hati Da Dong sekarang ini.
Lampu lalu lintas, pagar pembatas jalan, sampai pohon-pohon di sepanjang jalan utama di kota putih itu serasa sedang menari indah untuknya. Deru mobil yang dikendarainya bukan lagi terdengar seperti deru mesin mobil, itu adalah nyanyian merdu peri-peri kecil yang berternbangan di depan kaca mobilnya.
”Wang Da Dong…. Wang Da Dong…. Kau tampan sekali malam ini….”
”Wang Da Dong….. jasmu sungguh menawan….”
“Wang Da Dong…. Kaulah si pangeran cinta…..”
Wang Da Dong memainkan kepalanya ke kiri dan ke kanan seiring irama melodi peri-peri. Sebentar-sebentar Da Dong menoleh pada Li Ya, gadis cantik yang sedang duduk manis di sebelahnya. Li Ya tersenyum kecil pada Da Dong, Da Dong membalasnya dengan senyum lebar, lebar, dan semakin lebar.
”Wang Da Dong….. Tong Li Ya…. Kalianlah Romeo dan Juliet yang sebenaranya….” Ujar peri kecil di sebelah kaca spionnya.
Wang Da Dong semakin tak bisa menahan luapan perasaanya. Senyum lebarnya kini berubah menjadi tawa keras. Da Dong melajukan mobilnya semakin kencang di jalanan.
Simponi indah di dalam mobil Da Dong terhenti begitu mobil silver itu memasuki tempat parkir sebuah restoran perancis di salah satu sudut kota Taipei. Da Dong buru-buru keluar dari mobilnya lalu membukakan pintu mobilnya untuk Tong Li Ya dengan riang. Simponi cinta Da Dong berlanjut di dalam restoran masakan perancis itu. Keduanya berjalan beriringan bak sepasang pengantin yang sedang berjalan di pelataran. Da Dong menuntun Li Ya menuju meja yang telah ia pesan sebelumnya. Tentu saja bukan sembarang meja. Meja makan yang akan menjadi saksi bisu keromantisan cintanya itu haruslah di letakkan di tempat yang romantis, dengan lilin-lilin romantis, juga diiringi lagu romantis. Li Ya tersenyum melihat pemuda di depannya itu membawanya membelah seluruh ruangan menuju meja pesanan Da Dong. Tak lama setelah kedunya duduk di meja itu seorang waiters berpakaian rapi menghampiri mereka. Dengan hidangan bak makanan surga, Da Dong dan Li Ya melewati malam di Bulan Desember itu dengan penuh keromantisan.
Satu jam berlalu.
Tiba-tiba terdengar suara dentingan musik dari ponsel Li Ya.
“Ah, maaf.” Kata Li Ya tidak enak.
“Tidak apa-apa. Angkat saja.” Balas Da Dong.
“Wei…” jawab Li Ya pada seseorang di seberang sana. “Benarkah? Iya, iya…..” lanjut Li Ya sambil mengangguk-angguk, “Iya….” lanjutnya lagi. Lalu menutup ponselnya.
“Kenapa?” Tanya Da Dong melihat raut muka Li Ya berubah.
“Dui bu qi. Tadi ibuku telepon, ayahku akan berangkat ke Jepang sebentar lagi, aku harus pulang untuk mengantar kepergiannya ke bandara.” Jelas Li Ya.
“Oh, tidak apa-apa. Lagi pula kita sudah cukup lama di sini. Aku akan mengantarmu pulang.” Jawab Da Dong.
“Maaf, Da Dong…” kata Li Ya lagi sambil sedikit membungkuk badannya.
“Sudahlah. Berhentilah meminta maaf. Aku juga sudah kekenyangan.” Balas Da Dong tidak enak melihat gadis manis di depannya itu berkali-kali meminta maaf padanya. Da Dong mengangkat tangannya memanggil waiters. Tak lama kemudian seorang waiters datang lalu menyerahkan bon padanya.
Da Dong memasukkan tangannya ke saku celananya untuk mengambil dompet. Tak ada apa-apa di sana. Da Dong beralih ke saku kemejanya. Nihil, dompetnya juga tak ada di sana. Wajah Da Dong mulai menunjukkan gelagat tidak enak. Keringat dingin nampak menyembul di keningnya.
“Kenapa Da Dong?” Tanya Li Ya.
“Ap, apa? Ah…~ tidak apa.” Jawab Da Dong gugup.
“Kau berkeringat Da Dong.”
“Kau tunggu di sini ya, aku harus ke toilet.” Da Dong berjalan cepat menuju toilet meninggalkan Li Ya yang keheranan.
“Tamat riwayatku!” gumam Da Dong begitu memasuki toilet. Sekali lagi tangan Da Dong menelusuri setiap sudut pakaiannya mencari dompet kulitnya. “Aduhh, dimana dompetku?”
---------------------------------------------------
Bersambung ke part 2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar