Kamis, 24 Mei 2012

A Conflict [part two]

Fei Lun Hai Fanfiction

Judul      : Fei Lun Hai Story ----> A Conflict


Genre     : Kesetiakawanan

Main Cast : Wu Chun
Wang Da Dong
Chen Yi Ru
Yan Ya Lun

Cast :
Tong Li Ya
Yang Cheng Lin

Disclaimer :
FF ini saya buat dengan segenap hati atas dasar kecintaan saya pada keempat pria yang tergabung di Boyband Fei Lun Hai. keterenyuhan hati saya akan kesetiakawanan mereka. Jika kalian suka silakan copy FF ini kemudian save di disc kalian. :).... tapi mengaku2 bahwa FF ini yg membuat kalian adalah terlarang. *dilempar dari atas gedung*


 #############################

         “Tamat riwayatku!” gumam Da Dong begitu memasuki toilet. Sekali lagi tangan Da Dong menelusuri setiap sudut pakaiannya mencari dompet kulitnya. “Aduhh, dimana dompetku?”

           Tanpa sengaja Da Dong mencium bau tak lazim dari pakaiannya. Diendusnya lagi jas hitamnya itu lebih dekat. Ada yang ganjil di sana. Dahi Da Dong mengernyit memikirkan sesuatu.

           “Sepertinya ini bukan bau parfumku.” Da Dong mendekatkan lagi hidungnya ke jas yang dikenakannya, “Hah!! Ini jasnya Chun!!” seru Da Dong kaget.

            Da Dong menghembuskan nafas panjang. Antara percaya dan tidak dengan apa yang baru saja terlintas di otaknya, “Jasku tertukar! Sial!”

            Da Dong memutuskan keluar untuk menemui Li Ya.

            “Apa perutmu bermasalah, Da Dong?” Tanya Li Ya begitu Da Dong datang.

            “Tidak…~” Da Dong tersenyum terpaksa, “Aku boleh pinjam ponselmu? Ponselku tertinggal di rumah.”

            “Tertinggal?”

            “Iya. Aku harus menghubungi temanku.”

             “Ehm,.. Da Dong, apa dompetmu juga tertinggal?”

             Da Dong kalap, “Ah! Tentu saja tidak…!” lagi-lagi Da Dong tersenyum penuh paksaan. Keringat dingin semakin membanjiri wajahnya.

             “Da Dong, biar aku saja yang bayar.” Kata Li Ya akan membuka dompet merah jambunya.

             “Tidak! Bukan begitu. Aku yang bayar. Kau tenang saja, Li Ya.”

              Karena terus memaksa akhirnya Li Ya meminjamkan ponselnya. Da Dong langsung pergi keluar ruangan begitu ponsel Li Ya berada di genggamannya.

              Tuut…. Tuuuut……

              Lama Chun tak mengangkat panggilan dari Da Dong. Untuk kedua kalinya Da Dong menghubungi nomor Chun lagi. Sama saja, Chun tak juga mengangkat teleponnya.

              “Apa-apaan dia. Kenapa teleponku tidak diangkat?!” geram Da Dong.

              Putus asa, akhirnya Da Dong memutuskan untuk menghubungi Ya Lun. Sesekali Da Dong menoleh ke dalam untuk memastikan Li Ya baik-baik saja.

              Tuuut….. tuuuut…..

              Setali tiga uang dengan Chun, Ya Lun tak kunjung mengangkat panggilannya. Wajah Da Dong mulai berubah menjadi udang rebus. “Brengsek semua! Kenapa teleponku tidak ada yang diangkat?? Agh!!” Da Dong meluapkan emosinya dengan menendang kerikil di tempatnya berdiri. “mereka pasti mengerjaiku! Ayolahh…. Ini bukan saatnya bercanda…” Da Dong tampak bicara sendiri sambil mengangkat Ponsel Li Ya di depan wajahnya.

              Da Dong menoleh lagi ke arah Li Ya yang sedang duduk dengan sabar ditemani waiters di dalam. Akhirnya Da Dong memutuskan untuk menghubungi Yi Ru dengan harapan kosong.

             Lima detik pertama. Tuuuuut…

             Da Dong menghembuskan nafas panjng. Serasa nyawanya berada di ujung leher.

            Detik keenam, “Halo… Ada apa, Li Ya?” jawab Yi Ru dari seberang sana.

             Seketika Da Dong melompat kegirangan, “Hahaha!! Akhirnya diangkat jugaa! Yi Ruuu…! I love youuu..~ mmuaahh…!”

             “Hah?”

              “Yi Ru, sahabatku, tolong aku. Cepat ke restoran masakan perancis di dekat jembatan sekarang juga!”

             Hening.

             “Ini siapa, ya?”

             “AKU WANG DA DONG! Tega sekali kau bertahun-tahun bersama masih belum hapal suaraku!”

             “Oooh kau….”

             “Cepat ke sini! Aku butuh bantuanmu!”

              “Apa lagi-lagi aku harus membayarkan makananmu?”

             “Agh! Ini tidak seperti biasanya! Ini benar-benar darurat!”

             “Darurat?! Perlu aku bawakan ambulance? Hahahaha…”

              “Diam kau! Jika dalam lima menit tidak datang, kubunuh kau!”

              Tut! Tut! Tut! Da Dong menutup teleponnya untuk mencegah Yi Ru banyak bicara.

              Sepuluh menit berlalu. Mobil sport Ferrari milik Chun berhenti di depan restoran perancis itu, tepat di depan Da Dong berdiri. Chun dan Yi Ru keluar dari mobil.

              “Akhirnya…!” Da Dong mengahambur ke arah kawan-kawannya.

             “Chun! Kau bawa dompetku?!” Tanya Da Dong tiba-tiba.

              Chun melongo, “Dompet?” tanyanya bingung.

               “Jasku tertukar dengan jasmu! Dompetku sekarang ada dimana?!” jelas Da Dong berantakan.

              “Kau bicara apa sih?”

              “Sudah~… aku jelaskan nanti. Sekarang beri aku uang!” Da dong menengadahkan tangannya.

              Lagi-lagi Chun melongo.

              “Chun!! Kau dengar tidak sih??! Uang! Sekarang juga!” seru Da Dong gregetan.

               “Kau merampokku?!”

               Asap panas terlihat menyembur dari kepala Da Dong. Terjadi perdebatan antara Da Dong dan Chun di depan restoran mewah itu. Beberapa menit kemudian dengan susah payah Da Dong berhasil mendapatkan uang dari Chun.

              “Maaf, sayang. Membuatmu menunggu lama.” Sapa Da Dong begitu masuk ke dalam restoran. Li Ya menoleh ke luar, dilihatnya mobil Chun berjalan meninggalkan halaman restoran.

               “Iya, tidak apa-apa.” Jawab Li Ya singkat.

                Setelah membayar tagihan makanan Da Dong bergegas mengantarkan Li Ya pulang.

               “Kita langsung ke bandara, Da Dong.” Kata Li Ya begitu memasuki mobil.

               Da Dong menoleh sejenak, “Ah~… iya.”

              Perasaan bersalah mulai menyergah hati Da Dong. Dikemudikannya mobil metallic hitam tinggi dengan kecepatan tinggi mengejar waktu.

             “Maaf, Li Ya. Aku membuatmu terlambat mengantarkan keberangkatan ayahmu.” Ujar Da Dong meminta maaf begitu sampai di depan bandara.

             Li Ya mengurungkan niatnya yang hendak membuka pintu mobil, senyum tipis menggantung di bibirnya. Senyuman yang membuatnya semakin tampak manis, tapi serasa membunuh bagi Da Dong, “Da Dong, lain kali jika kau lupa membawa dompet, biarlah aku yang membayarnya.”

             Kata-kata Li Ya serasa tajam menembus jantung Da Dong.

            “Terima kasih untuk hari ini.” Li Ya kembali tersenyum, kemudian keluar dari mobil. “Hati-hati, ya..” pamit Li Ya. Kemudian membalikkan badan berjalan menuju ke dalam bandara.

           Da Dong mematung di dalam mobilnya. Serasa berat untuk bernafas.... "Hancur sudah citraku di depan Li Ya~"

-----------------------------

Bersambung ke part 3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar