Jumat, 18 Mei 2012

A Rainfall In Your Eyes (Part 5 - END)

Title : A Rainfall In Your Eyes

Author : Ariek Chun-AzzuraChunniess

Genre : Romance

Cast :

Aaron Yan   as Yan Ya Lun (Member of Fahrenheit)

Asfihani Chun   as Liu Yan Shi (Girl of PudDing)

Fabien    as Xiao Yu (Member of Lollipop)


########################

          "Aku, aku~...."

          Pandangan Yan Shi perlahan kabur oleh air mata yang memenuhi rongga matanya. Ratusan mahkota mawar yang melayang di udara serasa berputar-putar di otaknya.

          "I, iya..." akhirnya kata itu terlontar dari lidahnya yang membeku. Jawaban yang beriringan dengan desahan nafas yang berat itu sontak membuat seluruh orang yang berada di restoran bertepuk tangan.

          Sebuah senyum lebar terkembang di bibir tipis Xiao Yu. Dengan riang diraihnya tubuh Yan Shi lalu mendekapnya erat di hadapan semua orang. Hatinya bergejolak senang. Gadis yang diimpikannya sejak dulu kini telah menjadi miliknya. Letupan kegembiraannya itu bersanding dengan air mata yang tak hentinya mengalir dari kedua mata Yan Shi.

         "Yan Shi, benarkah yang kau ucapkan tadi?" jerit hati Yan Shi pilu.

#################

          Dua minggu setelah lamaran Xiao Yu kepada Yan Shi, sebuah pesta sakral mulai dilangsungkan. Sebuah gaun pengantin putih nan mempesona membalut tubuh Yan Shi. Dalam hitungan menit secara resmi dia akan menjadi milik Xiao Yu sepenuhnya. Dengan sekuat hati Yan Shi berusaha menyembunyikan kegundahan hatinya. Diam dan tersenyum, hanya itulah yang bisa lakukan. Termasuk ketika pendeta menyuruhnya mengucap janji suci. Putihnya gaun yang ia pakai semakin menambah kehampaan di hatinya.

          Waktu demi waktu terus berjalan. Bertahun-tahun Yan Shi hidup bersanding dengan Xiao Yu yang kini telah menjadi suaminya. Xiao Yu benar-benar memperlakukannya sebagai seorang ratu. Ia akui Xiao Yu memang sangat mencintainya. Besarnya cinta Xiao Yu semakin membuatnya terkungkung dalam perasaan bersalah. Kenapa sampai sekarang ia tak bisa membalas cinta Xiao Yu yang begitu indah?

           “Wei…”

           “Wei. Ada apa menelepon ke rumah?”

           “Sayang, tolong ambilkan map cokelat di laci mejaku.”

           “Kau itu suka sekali meninggalkan barang.”

           “Iya, iya, maaf. Aku akan mengambilnya sepuluh menit lagi.”

           “Baik.”

           Segera Yan Shi berjalan ke ruang kerja Xiao Yu. Dibukanya laci meja itu lalu memilah-milah isinya untuk menemukan barang yang dimaksud Xiao Yu. Dilihatnya sebuah map cokelat di sana. Namun ketika menariknya keluar tiba-tiba sebuah amplop putih pucat terjatuh ke lantai.

          Yan Shi merasa penasaran dengan amplop kumal itu. Amplop apa itu? Biasanya suaminya akan langsung membuang barang kumal seperti itu. Pelan-pelan Yan Shi mengeluarkan isi amplop itu. Kedua matanya langsung melebar begitu dilihatnya isi kertas itu.


          To : Xiao Yu

          Saat kau membaca surat ini, berarti aku sudah tidak berada di Taiwan. Xiao Yu, aku tahu kau marah besar padaku. Dan aku juga tahu kau tidak akan pernah mau bertemu dengan penghianat seperti diriku. Ku ucapkan maaf yang sangat dalam dari lubuk hatiku. Aku sadar aku salah besar padamu. Maafkan aku.

          Aku sadar, ternyata aku tidak becus menjaga Yan Shi. Aku malah melukainya dan hampir membuatnya cacat seumur hidup. Xiao Yu, jagalah dia dan bahagiakan dia. Aku tahu hanya kau yang bisa melakukan itu. Aku akan pergi dari kehidupan kalian berdua.

          Sampai akhir hayatku kau adalah sahabat terbaikku, Xiao Yu. Datanglah ke rumah baruku jika kau sempat. Alamatnya aku lampirkan di belakang kertas ini.
    Sahabatmu,

     Yan Ya Lun


          Buliran air mata mengalir di pipi Yan Shi. Tangannya gemetaran menggenggam surat kumal itu. Serasa ada badai besar di hatinya. Tubuhnya seketika lunglai. Nafasnya berhembus tidak beraturan seiring dengan goncangan besar di hatinya.

          “Ya Lun~…” pelan nama itu keluar dari bibir Yan Shi. Nama laki-laki yang tiba-tiba hilang dari rongga hidupnya. Laki-laki yang tak pernah lenyap dari hatinya sekalipun bertahun-tahun hidup dengan orang lain.

          Tiba-tiba bayangan wajah Xiao Yu berkelebat di matanya.

          “Berengsek kau, Xiao Yu!!” letupan emosi muncul di hati Yan Shi. Hatinya selalu resah memikirkan Ya Lun yang tiba-tiba lenyap begitu saja. Dan Xiao Yu malah menyembunyikan itu semua darinya.

          Tanpa banyak berpikir Yan Shi langsung berdiri dari duduknya. Kakinya tertatih-tatih melangkah keluar dari ruang kerja Xiao Yu. Dengan tetap menggenggam kertas kumal itu, Yan Shi meraih tas dan kunci mobil, lalu berlari menuju mobilnya. Air matanya beruraian ke lantai menemani tiap langkah kakinya.

          “Ibuuu…..!” teriak seorang gadis kecil berumur empat tahun yang tidak lain adalah putrinya sendiri.

          “Jing Yi! Cepat masuk ke kamar!”

          “Ibu mau kemana?”

          “Ibu harus pergi!”

          “Aku ikut!!”

          “Tidak boleh! Ini urusan penting! Cepat masuk ke kamar!”

          “Tidak! Aku ikut!”

          Yan Shi merasa kehabisan akal. Segera diraihnya lengan putrinya itu lalu menariknya ke dalam rumah.

          “Cepat pergi ke kamar! Lalu tidur!” bentak Yan Shi. Kemudian ditutupnya pintu rumah dengan kerasnya dan menguncinya rapat. Tangisan Jing Yi dan  gebrakan tangannya yang memukul-mukul pintu tidak menyurutkan langkah Yan Shi untuk tetap pergi dari rumah besar itu.

          Sesekali pandangan Yan Shi buram oleh air mata yang memenuhi kedua matanya. Mobilnya lemas menyalip tiap mobil yang berada di depannya. Tangannya tak hentinya gemetaran memegang kemudi. Bayangan wajah Ya Lun berkelebat di otaknya. Kata-kata manis, panggilan manja, hingga kenangan-kenangan indah di masa lalu berdengung-dengung di telinganya.

          Begitu kakinya menginjak lantai bandara, Yan Shi langsung berlari kencang mencari penerbangan terakhir menuju Jepang. Tak peduli tubuhnya menabrak sekian orang, tak peduli kakinya terkilir oleh licinnya lantai bandara, dengan barang seadanya Yan Shi terbang ke negara lain untuk menemui orang yang telah ia tunggu-tunggu sejak dulu.

 ############

          Sementara itu, Xiao Yu yang baru saja memasukkan mobilnya ke halaman rumah mendengar suara janggal dari pintu rumah. Dengan gesit ia berlari menuju pintu dan berusaha membukanya. Telinganya semakin jelas menangkap bahwa yang mendobrak-dobrak pintu itu adalah Jing Yi.

          “Sayang! Kenapa dikunci pintunya??!”

          “Ayah!!” panggil Jing Yi di tengah tangisannya.

          “Jing Yi! Buka pintunya sayang.”

          “Tidak bisa…”

          Xiao Yu mengernyitkan dahinya. Apa yang sebenarnya terjadi? Segera diambilnya kunci duplikat di dalam mobilnya. Begitu dibukanya pintu rumah, Jing Yi langsung memeluknya erat.

          Xiao Yu langsung membelalakkan matanya begitu mendengar jawaban Jing Yi tentang keberadaan Yan Shi. Begitu dilihatnya ruang kerjanya, dilihatnya amplop putih kumal yang dia sembunyikan jauh-jauh dari Yan Shi tergeletak diam di lantai.

###################

          Sopir taksi menurunkan Yan Shi di tempat yang entah apa namanya. Sejenak Yan Shi terpana dengan helaian mahkota bunga sakura yang berguguran di terpa angin. Rumah-rumah tradisional Jepang tersela di antara jajaran pohon sakura.

          Dengan langkah letih digerakkannya kakinya menyusuri jalan setapak. Tiba-tiba seorang wanita paruh baya berjalan menyalipnya.

          "Eh, permisi." tegur Yan Shi.

          Wanita berbaju merah itu menoleh ke arah Yan Shi.

          "Apakah Anda tahu Jalan Tsukisima itu dimana?"

          Wanita itu hanya memandang bingung mendengar pertanyaan Yan Shi. Sejenak kemudian dia menyahut pertanyaan Yan Shi dengan bahasa yang sama sekali tidak dimengerti Yan Shi.

          "I'm sorry. I don't understand what are you saying."kata Yan Shi kelabakan.

          Wanita itu kembali mengatakan kosakata yang sama sekali asing di telinga Yan Shi.

          "No, no... Ehm, I'm not japanese. Can you speak in english?"

          Yan Shi mulai kehilangan kesabaran. Langsung dibungkukkannya badannya dan segera pergi meninggalkanmya wanita paruh baya itu.

          Butiran air mata kembali menggenang di mata Yan Shi. Harus bagaimana sekarang? Bagaimana bisa ia menemukan Ya Lun sementara ia tak bisa berbahasa jepang sama sekali. Hatinya semakin kalut mengingat ia hanya sendiri di sini.

          Letih dan lelah mulai menyerang sekujur tubuh Yan Shi. Disandarkannya punggungnya pada batang pohon sakura yang berjajar indah di sepanjang jalan setapak kecil. Nuansa merah jambu tampak memenuhi tiap jengkal udara yang berhembus semilir. Yan Shi memejamkan matanya pelan mencoba menenangkan gemuruh di hatinya.

          Tiba-tiba sayup-sayup telinganya menangkap sebuah alunan musik yang lamban merambat di udara. Dibukanya matanya lebar-lebar. Sekejap Yan Shi langsung berdiri tegak dari sandarannya.

          "Lagu ini?" gumam Yan Shi pelan. Matanya nanar menyapu tiap pohon dan jalan setapak. Kakinya lincah menginjak tanah mencoba menyingkir dari pepohonan yang menghalangi pandangannya. Akhirnya matanya menangkap sebuah sosok yang menjadi jawaban dari lagu yang didengarnya. Dilihatnya seorang laki-laki berkaca mata hitam tengah duduk bersandar di sebuah kursi kayu di bawah mekarnya pohon sakura.

          Tanpa banyak berpikir segera dihampirinya laki-laki berswiter abu-abu itu. Langkah kakinya spontan terhenti begitu matanya menangkap dengan jelas laki-laki yang tengah memegang sebuah pemutar kaset itu.

          "Kau?" Yan Shi tak mampu melanjutkan kalimatnya. Bibirnya bergetar lemah seiring deburan ombak yang menderu hatinya.

          Sementara Yan Shi hanya bisa mematung di hadapan laki-laki itu, alunan musik terus mendayu-dayu dari pemutar kaset itu. Lagu indah yang tak asing lagi di telinga Yan Shi. Lagu yang tumbuh dari dalam hatinya.

Zhong yu wo ming bai
Ni de gan shou
Kan shen ai de ren yuan zou
Bi que mian shi qu
Hao guo yi xie
Ji yi yong yuan hui liu zhe


          "Ya Lun? Kaukah itu?"

          Laki-laki berbibir ranum itu terkejut mendengar suara Yan Shi. Sebuah hentakan kecil muncul dari balik sandaran lemah tubuhnya, membuat kursi kayu yang ia duduki berbunyi pelan.

          Aliran darah di tubuh Yan Shi serasa berhenti seketika itu juga. Kakinya lemas dan tak mampu lagi menopang tubuhnya. Yan Shi jatuh berlutut di hadapan laki-laki yang nampak keheranan itu.

          "Anda siapa?" tiba-tiba laki-laki itu bersuara.

          "Kau tidak bisa melihatku?" tanya Yan Shi heran melihat laki-laki yang ia ajak bicara itu hanya memandang lurus ke depan.

          Tetesan air mata yang sejak tadi tertahan di pelupuk mata Yan Shi kini mengalir deras di wajahnya. Yan Shi terisak keras sambil bersimpuh di hadapan laki-laki itu. Rindu di dadanya yang terkurung bertahun-tahun lamanya berjejal`n mencoba keluar dari mulutnya. Namun tak sepatah katapun keluar dari lidahnya. Isakannya malah semakin keras memantul di tiap-tiap batang pohon sakura yang berdiri berhadapan. Helaian mahkota bunga sakura semakin deras berguguran, seakan ikut merasakan badai yang mendera hati Yan Shi saat ini.

          "No, Nona? Anda kenapa?"

          ################

          "Permisi, apa Anda melihat seorang perempuan berambut panjang dengan tinggi sekitar 165 centimeter?" tanya Xiao Yu pada seorang penjaga toko makanan. Entah sudah berapa orang yang ia tanyai untuk menemukan Yan Shi. Semburat kerisauan tak lagi bisa ia sembunyikan dari wajahnya.

          "Ayah, aku lelah." rengek Jing Yi sambil menarik-narik jas Xiao Yu.

          Xiao Yu menghela napas panjang. Akhirnya diajaknya putri kecilnya itu duduk di sebuah kursi di sebelah telepon umum.

          "Ayah." suara kecil Jing Yi mengejutkan lamunan Xiao Yu.

          "Apa, sayang?"

          "Apakah ibu akan pergi meninggalkan kita?"

          Pertanyaan lugu Yan Shi spontan membuat jantung Xiao Yu berdegub kecang. Segera ditatanya nafasnya untuk menutupi kegundahannya.

          "Tentu saja tidak. Ibu sekarang sedang jalan-jalan. Sebentar lagi kita akan bertemu dengan ibu."

          “Ibu jalan-jalan kemana?”

          “Ehm~… mungkin ke kebun binatang.” Jawab Xiao Yu tersenyum sambil menerawang langit yang perlahan mulai menampakkan mega merah. Tiba-tiba matanya menangkap sebuah papan jalan yang berdiri melintang di pinggir jalan.

          “Jalan Tsukisima?”

          ####################

          “Kau tidak bisa melihatku??!”

          Tak ada jawaban apapun dari mulut laki-laki itu. Namun ada suara tertahan di sana. Suara yang juga tak kalah bergetar dari suara Yan Shi.

          “Jawab! Ya Lun!!!”

          “Ibuuuuu!!” tiba-tiba Yan Shi dikejutkan oleh sebuah suara yang tak asing lagi di telinganya.

          “Jing Yi?”

          Sambil tetap memandang lurus ke depan tiba-tiba laki-laki itu meraih sebuah tongkat yang tersandar di sampingnya. Dengan langkah pelan ia berjalan kea rah Jing Yi. Tangannya hampa meraba-raba udara. Tak berselang kemudian sampailah tangan putihnya itu di pundak Jing Yi. Pelan-pelan ia membungkukkan badannya.

          “Dia ibumu?”

          “Iya.”

          “Jaga dia baik-baik ya.”

          “Paman siapa?”

          Lagi-lagi tak ada jawaban. Hanya senyum hambar yang terus menggelantung di bibirnya. Ia kembali berdiri tegak dan meneruskan langkahnya meninggalkan Yan Shi dan Jing Yi. Matanya tetap lurus menatap ke depan. Sebuah ketegaran yang begitu mengagumkan. Namun tersirat sebuah kerapuhan di sana.

          “Ya Luuun!! Berhentiiii!!!” jerit Yan Shi pilu. Dengan tergesa-gesa Yan Shi berdiri dan mengejar Ya Lun.

          Laki-laki itu tak bergeming sedikitpun. Seolah-olah telinganya tak mendengar apapun. Dia tetap berjalan dengan langkah pelan yang beriringan dengan ketukan tongkatnya. Matanya tak menoleh sedikitpun sekalipun ia berpapasan dengan Xiao Yu. Sejenak Xiao Yu tercengang dengan laki-laki yang berjalan di depannya. Matanya membelalak lebar mencoba memastikan sosok yang berlalu di depannya.

          “Tidaaak! Berhenti!!!!” jerit Yan Shi semakin keras. Air mata terus beruraian dari kedua matanya. Dengan sigap Xiao Yu menahan tubuh Yan Shi yang terus meringsek mencoba mengejar Ya Lun.

          “Lepaskan aku!”

          “Tenanglah, Yan Shi!”

          “Diam kau! Lepaskan! Aku bilang lepaskan!”  Yan Shi terus meronta-ronta di dalam pelukan Xiao Yu.

          “YAN SHI!!”

          Bentakan Xiao Yu yang sedemikian keras spontan menghentikan jeritan Yan Shi. Dia hanya memandang lunglai pada Xiao Yu.

          “Yan Shi, hargailah keputusannya.” Kata Xiao Yu kemudian dengan tatapan tajam.

          Tangisan Yan Shi kembali meledak seketika itu juga. Tangannya menggapai-gapai udara tempat Ya Lun berlalu pergi. Samar-samar terlihat olehnya punggung Ya Lun berjalan tegap membelakanginya. Helaian mahkota bunga sakura semakin deras berguguran. Seolah ingin membentuk sebuah tirai yang akan menutupi panorama sore itu.

          ##########

          “Hei, Ya Lun. Sampai kapan kau akan sakit? Cepatlah sehat. Banyak wawancara yang harus kau hadiri.”

          “Maaf, Tuan Ceung. Aku harus mengatakan hal penting padamu.”

          “Apa?”

          “Aku harus mengundurkan diri dari tim. Aku tidak bisa lagi balapan motor.”

          “Heh! Salah makan apa kau?”

          “Aku tidak bercanda. Aku benar-benar mengundurkan diri. Maafkan aku.”

          “Mengundurkan diri??! Kenapa tiba-tiba??!”

          “Maaf~…”

          “Hei! Ya Lun!! Apa yang sedang kau katakan ini, ha??! Sebegitu mudah kau menghianati tim?!”

          “Maaf~..”

          “Aku tidak butuh kata maafmu!! Cepat datang ke kantor sekarang juga!!”

          “Aku benar-benar tidak bisa, Tuan Ceung. Maaf. Maafkan aku..”

          ####################

          “Dokter, aku akan mendonorkan kedua bola mataku.”

          “Itu tidak bisa dilakukan, Tuan.”

          “Aku mohon, Dokter~..”

          “Tapi itu akan menyalahi prosedur.”

          “Aku yang telah melukainya. Aku yang membuat campuran kimia itu masuk ke matanya. Aku yang membuatnya cacat. Aku mohon, biarkan aku menebus kesalahanku.”

          “Tapi, tetap saja itu tidak bisa dilakukan.”

          “Jika Anda berada di posisiku, apa yang akan Anda lakukan??! Melihat orang yang sangat Anda sayangi terluka karena Anda. Apa yang akan Anda lakukan??!”

          “Itu~…”

         “Aku mohon, Dokter…"

 #################

          Ya Lun menghela napas panjang. Kepalanya menengadah seolah-olah sedang memandangi matahari yang hampir terbenam di ufuk barat. Dirasakannya semilir angin menghelai lembut kulitnya. Sebulir air mata mengalir dari balik kacamata hitamnya.

            “Aku tak pernah melupakan janji itu. Aku akan melakukan apapun untuk menjagamu. Hiduplah bahagia, Yan Shi.”

-----------E N D-----------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar