Minggu, 05 Agustus 2012

Deadline (part 4)

Aaron Yan Fanfiction

Title : Deadline!!!

Author : Ariek Chun-AzzuraChunniess

Genre : Action, Romance

Main Cast :

Liu Yan Shi
Aaron Yan as Yan Ya Lun
Ling Jia Eun
Wu Chun as Wu Ji Zun

Cast :
Chen Yi Ru
Wang Da Dong
Zhao Shu Hai 

#####################################



###################################

         Dengan sigap tiga orang laki-laki yang merupakan bawahannya berlari mengejar Jia Eun. Dengan kaki serasa digantungi barbel, Jia Eun tetap berusaha lari dari kejaran tiga laki-laki itu. Segala macam benda yang ada di sampingnya ia robohkan untuk menghambat mereka.

        "Aduh! Bagaimana ini?!" Jia Eun mulai panik. Tak tahu lagi ia harus berlari kemana. Sementara itu, kedua kakinya tak mampu lagi ia gunakan untuk berlari.

        Entah setan apa yang merasuki Jia Eun. Ia malah berhenti berlari lalu berdiri tegap menghadang tiga laki-laki yang mengejarnya.

        "Hei, Nona. Apa yang kau lakukan?" tanya salah seorang dari mereka sesampainya mereka di depan Jia Eun.

        "Cepat berikan kamera itu pada kami!!"

        Jia Eun mengepalkan tangannya bersiap meninju, "Langkahi dulu mayatku!"

        Tiga orang itu tersenyum geli mendengar tantangan Jia Etn.

        "Memangnya kau bisa apa?"

        "Hahahaha!!"

        BUAAGGH!!

        Tiba-tiba dari arah belakang sebuah balok kayu menghantam kepala laki-laki itu. Melihat temannya roboh, dua orang lainnya terkejut bukan main.

        "Siapa kau?!"

        Ya Lun berjalan pelan sambil membenarkan kerah kemejanya. "Gadis ini tidak sebanding dengan kalian."
Sepintas Ya Lun menatap dua laki-laki yang berada di depannya. Sejurus kemudian Ya Lun langsung menghantamkan tendangannya ke arah mereka berdua. Perkelahian sengit pun tak terelakkan. Ya Lun menghajar dua laki-laki itu habis-habisan. Setelah membuat ketiganya terkapar tak sadarkan diri, Ya Lun langsung meraih tangan Jia Eun lalu berlari meninggalkan tempat itu.

        "Dasar gadis bodoh!! Dimana otakmu?! Memangnya kau pikir kau siapa berani menantang mereka?!" bentak Ya Lun begitu keduanya sampai di sebuah jalan.

        "Hei kepala divisi sombong! Jangan meremehkanku! Aku bisa mematahkan leher mereka lebih parah darimu!" kata Jia Eun tidak terima.

        "Apa? Kepala divisi sombong katamu? Harusnya sejak awal kupindahkan kau ke divisi lain."

        "Kenapa kau mengelompokkanku dengan Yi Ru dan Da Dong?? Kau sengaja, ha?"

        "Bicara apa kau?"

        "Aku pegawai baru! Harusnya kau menempatkanku dengan sesama wanita. Aku tidak mengerti satupun yang mereka bicarakan!"

        Ya Lun hanya memandangi Jia Eun yang terus mengomel di depannya. Rasa sebal dan kasihan bercampur menjadi satu di hatinya. Tiba-tiba sebuah panggilan masuk ke ponselnya.

        "Wei, ya, dia sudah kutemukan. Sekarang dia bersamaku. Hem, iya, iya..." Ya Lun menyudahi teleponnya.

        "Dimana sopan santunmu? Orang bicara malah ditinggal telepon."

        "Berhentilah marah-marah! Simpan tenagamu! Sekarang, ayo pergi!"

        "Pergi? Kemana?"

        "Ke tempat teman-temanmu berkumpul." kata Ya Lun sambil berjalan mendahului Jia Eun.

        "Kau sudah dapat taksi?"

        "Taksi? Kita jalan kaki."

        "Apa??"

        Ya Lun tidak menggubris pertanyaan Jia Eun. Ia tetap meneruskan langkahnya. Dengan hati merongkol Jia Eun memaksakan kakinya berjalan mengikuti Ya Lun.

        Lima menit berlalu, Jia Eun mulai kepayahan mengejar langkah Ya Lun. Lagi-lagi ia tertinggal jauh di belakang sementara Ya Lun asik berjalan sambil memainkan handphonenya. Akhirnya tanpa pikir panjang Jia Eun menghentikan langkahnya lalu duduk di tepi jalan dengan berlinangan air mata.

        "Uh, kakiku~..."

        "Sedang apa kau? Cepatlah! Kita sudah ditunggu." kata Ya Lun.

        "Tidak bisakah kau mengerti sedikit? Kakiku lelah! Aku heran kenapa semua laki-laki berjalan begitu cepat?!"

        "Jangan manja!"

        "Ap, apa? Manja? Kau bilang aku manja?" Jia Eun kembali emosi, "Semua laki-laki di dunia ini sama saja! Tidak ada yang mau mengerti! Tidak ada bedanya kau, Yi Ru, Da Dong!!"

        Ya Lun mulai kehilangan kesabaran. Dijongkokkannya tubuhnya di depan Jia Eun.

        "Cepat naik ke punggungku!"

        "Hah?"

        "Cepat! Atau kutinggal!"

        "Kau itu dingin sekali sih?"

        "Ayo, cepat! Kau pikir jam berapa sekarang?"

        Tanpa menjawab Jia Eun mulai memapahkan tubuhnya di punggung Ya Lun. Pelan-pelan Ya Lun berdiri lalu berjalan sambil menggendong Jia Eun.

        Tak seorangpun bicara. Keduanya menyusuri jalanan dengan diam. Ruam-ruam kemerahan kembali muncul di wajah Jia Eun. Hatinya merasakan sebuah kehangatan yang begitu indah. Perlahan ia sandarkan kepalanya di pundak Ya Lun.

        "Hei! Itu kan Ya Lun!!" seru Da Dong melihat Ya Lun muncul dibalik tikungan.

        "Iya, tapi mana Jia Eun?" tanya Yi Ru.

        Seluruh orang yang berada di sama menoleh ke arah Ya Lun datang. Mereka langsung tercengang melihat Jia Eun berada di punggung Ya Lun. Pemandangan yang lagi-lagi membuat mereka berpikir yang tidak-tidak.

        "Sudah sampai. Cepat turun!" kata Ya Lun setelah berhenti tepat di depan kawan-kawannya.

        Pelan-pelan Jia Eun menginjakkan kakinya ke tanah. Beberapa orang menatapnya dengan penuh tanda tanya. Tak terkecuali Yan Shi, matanya menatap tajam ke arah Jia Eun.

        "Hei, Jia Eun. Dari mana saja kau? Kami mencari-carimu." ujar Da Dong.

        "Iya, tiba-tiba saja kau menghilang dari belakang kami." kata Yi Ru menimpali.

        "Hahaha! Jangan-jangan, diam-diam kau menemui Ya Lun ya? Bilang saja kalau tidak mau sekelompok dengan kami. Harusnya kau bilang ke Ya Lun kalau...."

        BUGG!!

        Dengan sekuat tenaga Jia Eun menginjakkan kakinya ke sepatu Da Dong.

        "Aaaau!" jerit Da Dong kesakitan.

        "Jaga bicaramu!"

        "Aneh, ya." tiba-tiba Yan Shi menyahut, "Kau itu tidak kuat berjalan, tapi punya tenaga untuk menginjak kaki orang lain."

        Ya Lun mendehem, "Semua sudah berkumpul?" tanyanya kemudian mencairkan suasana, "Baiklah, semua kembali ke dalam kantor. Tiga puluh menit lagi rapat dimulai. Laporkan data yang sudah kalian dapat."

        ######################

        "Ini saja yang kalian dapat?"

        "Data sebegini banyak kau masih belum puas?" tanya Da Dong.

        "Instingku mengatakan ada hal lain dibalik kasus ini. Peristiwa demo buruh kali ini berbeda dengan demo pada umumnya."

        "Lalu apa lagi? Hanya ini yang kami dapat." kata Yi Ru.

        "Jangan khawatir. Bukankah masih ada satu orang lagi yang belum membacakan laporannya?" sahut Yan Shi.

        "Siapa?"

        "Ling Jia Eun, bukankah kau berpisah dari kelompokmu? Itu artinya kau punya data sendiri."

        Sontak seluruh orang dalam rapat itu menoleh ke arah Jia Eun.

        "A, aku..." Jia Eun tergagap menimpali kata-kata Yan Shi. "Aku tidak tahu. Hanya ini yang aku dapatkan." kata Jia Eun sambil mengeluarkan kamera dan alat perekam suara dari dalam tasnya.

        "Baik, bisa kau tunjukkan pada kami?" kata Yan Shi kemudian.

        Jia Eun berdiri dari kursinya lalu berjalan ke depan meja rapat. Setelah menancapkan kamera digitalnya pada LCD, Jia Eun mulai menunjukkam hasil fotonya.

        Satu per satu gambar kelima orang dalam pabrik itu terpampang di layar. Seluruh orang dalam ruangan itu tercengang. Tak seorangpun mengedipkan mata melihat foto-foto itu.

        "Itu kan Menteri Chao?"

        "Siapa laki-laki yang di depannya?"

        Beberapa orang saling berbisik satu sama lain.

        Spontan Ya Lun langsung berdiri dari kursinya, "Jia Eun, darimana kau dapat foto-foto ini?"

        "Ehm, di pabrik. Waktu itu mereka membicarakan sesuatu. Aku juga merekam pembicaraan mereka."

        "Merekam? Cepat tunjukkan!"

        Jia Eun mulai menyetel alat perekamnya. Suasana ruangan seketika menjadi hening. Rekaman berdurasi tiga menit itu sontak membuat semua orang berdecak tidak percaya. Senyum tipis terukir di wajah Ya Lun. Berakhir sudah rasa penasarannya selama ini.

        "Apa maksudnya? Menteri Chao melakukan penyelundupan senjata api??" tanya Yi Ru.

        "Sudah kubilang kan, ada yang tidak beres dari masalah ini. Keadaan ekonomi stabil, inflasi juga normal, tapi kenapa tiba-tiba buruh pabrik berdemo." sahut Ya Lun.

        "Kabarnya mereka akan di-PHK." sahut Yi Feng.

        "PHK besar-besaran di tengah kejayaan perusahaan?" Ya Lun kembali tersenyum, "Ada permainan politik di balik ini semua. Pertahanan merupakan hal yang vital bagi orang yang gila kekuasaan. Menteri Chao ingin menyelundupkan senjata dari luar negeri dengan memanfaatkan pabrik tekstil sebagai kamuflase."

        "Tunggu dulu! Apa maksudnya? Kekuasaan? Pertahanan?" tanya Da Dong tidak mengerti.

        "Ingat berita penolakan proposalnya oleh badan legislatif?" Ya Lun balik bertanya.

        "Maksudmu, Menteri Chao ingin merebut kursi kepresidenan?"

        "Benar! Kegagalannya mencalonkam diri sebagai presiden di masa lalu membuatnya menggunakan cara paksa." kata Ya Lun.

        "Wah, ini kasus besar. Kita harus melaporkannya ke kepolisian."

        "Tidak." sahut Ya Lun.

        "Sebaiknya kita pancing dulu Menteri Chao. Bukankah menyenangkan mempermainkan orang licik? Cetak semua foto-foto itu. Aku ingin berita ini berada di halaman utama besok pagi. Upload rekaman pembicaraan Menteri Chao dengan pemilik pabrik di website resmi kantor kita. Kita buat khalayak heboh akan hal ini."

        Semua orang terbengong mendengar Ya Lun bicara panjang lebar. Agaknya mereka masih belum mencerna dengan baik realita yang sangat mengejutkan ini.

        "Jia Eun..." panggil Ya Lun.

        "Iya?"

        "Terima kasih banyak. Pekerjaanmu bagus sekali."

        "Ah, iya..." kata Jia Eun sambil menundukkan wajahnya. Pipinya kembali bersemu merah.

        "Ck.." desis Yan Shi sebal.

         ########################################

        Keesokan harinya publik benar-benar gempar dengan kemunculan berita itu. Berita penyelundupan senjata api oleh Menteri Chao dalam sekejap menjadi topik utama di semua media. Badan Kehormatan Negara seketika melakukan penyidikan atas Menteri Chao. Namun di tengah hiruk pikuk itu semua, Menteri Chao seolah menghilang entah kemana.

        "Wah, lihatlah, Ya Lun! Baru lima jam diupload, sudah ratusan orang mendengarkan rekaman ini." kata Da Dong sambil melihat laptopnya.

        "Berita ini sekarang jadi topik utama di semua acara berita. Hahaha, Ling Jia Eun benar-benar hebat." kata Yi Ru menimpali.

        Ya Lun tersenyum mendengar celotehan mereka.

        "Ya Lun Ge!" panggil Jia Eun dari pintu.

        "Hahaha, cepat kesana, Ya Lun! Selingkuhanmu memanggilmu." gurau Da Dong.

        Ya Lun berjalan menghampiri Jia Eun.

        "Ini, aku buatkan bekal untukmu." ucap Jia Eun begitu Ya Lun sampai di depannya.

        "Bekal?"

        "Iya. Cepatlah makan." ujar Jia Eun penuh senyum.

        Ya Lun beranjak menuju kursinya. Dibukanya kotak makan berwarna coklat itu lalu mengambilnya sesendok.

        "Bagaimana?" tanya Jia Eun melihat Ya Lun memakan masakannya.

        "Hem, lumayan. Kau yang memasak?" kata Ya Lun sambil mengunyah makanannya.

        Namun begitu Ya Lun menelan makanan itu dari mulutnya, ia langsung terbatuk hebat. Seketika sendok yang ia pegang terjatuh ke lantai.

        "Ya Lun Ge? Ya Lun Ge?! Kau kenapa?" tanya Jia Eun panik. Ya Lun tak menjawab. Ia terus terbatuk sambil memegangi tenggorokannya.

        Bertepatan dengan itu, muncul Yan Shi dari pintu masuk. Yan Shi langsung berlari menghampiri Ya Lun.

        "Ya Lun?! Kau kenapa?!" tanya Yan Shi tidak kalah panik. Ya Lun tak menjawab sepatah katapun. Wajahnya mulai memerah.

        "Kenapa dia tiba-tiba seperti ini?!" tanya Yan Shi.

        "Aku tidak tahu. Tadi dia makan, lalu tiba-tiba..."

        Belum sempat Jia Eun meneruskan kalimatnya, Yan Shi langsung memapah tubuh Ya Lun dan membawanya ke toilet. Begitu sampai di depan wastafel, Ya Lun langsung memuntahkan makanan yang baru dimakannya. Seketika Ya Lun menjadi lemas. Nafasnya tidak beraturan dan matanya memerah. Pelan-pelan Yan Shi menuntun Ya Lun kembali ke ruangannya. Setelah merebahkan Ya Lun di sofa, Yan Shi meminumkan obat ke mulut Ya Lun. Perlahan nafas Ya Lun kembali normal. Ia mulai terlelap tidur.

        "Bagaimana keadaan Ya Lun? Dia kenapa?" tanya Jia Eun begitu Yan Shi keluar dari ruangan Ya Lun.

        "Ini darimu??" tanya Yan Shi sambil membawa kotak makanan Jia Eun.

        "I, iya. Kenapa?"

        "Kau tahu? Kau hampir saja membunuhnya! Ya Lun alergi udang, dan kau malah memberikan makanan ini padanya!"

        "Alergi udang?"

        "Apa sebenarnya yang kau inginkan? Berhentilah mengganggunya!"

        "M, maaf. Aku tidak sengaja. Aku tidak tahu kalau..."

        "Bawa makananmu!" bentak Yan Shi sambil meletakkan kotak makanan itu di tangan Jia Eun, "Cepat pergi dari sini! Ya Lun butuh istirahat." Yan Shi berlalu dari hadapan Jia Eun.

        Buliran air mata bergelantungan di pelupuk mata Jia Eun. Ia langsung berlari keluar dari ruangan itu. Yi Ru dan Da Dong yang telah berada di sana sejak awal, hanya terdiam melihat kejadian itu.

        "Sepertinya dramanya sudah sampai klimaks." bisik Da Dong.

        "Hem! Benar." jawab Yi Ru.

        #########################

        "Berengsek!!" Menteri Chao membanting koran yang dipegangnya ke lantai. "Bagaimana bisa berita ini bocor??!"

        Lima orang laki yang berdiri di depannya hanya mendudukkan kepala tanpa bisa menjawab sepatah katapun.

        "Apa saja kerja kalian?! Bahkan rekaman suaraku juga tersebar! Siapa yang melakukan ini semua?!!"

        "Rekaman dan berita itu muncul dari kantor Berita A-News, Bos."

        "Kantor Berita A-News? Jadi, gadis yang berhasil lolos kemarin adalah wartawan di kantor itu?"

        "Ehm, mungkin begitu."

        "Aku tidak mau tahu! Hancurkan jaringan website A-News! Dan tangkap gadis itu!!"

-----------------------------------------------------------------
Bersambung ke Part 5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar