Selasa, 18 September 2012

My Wrong Girlfriend / part 4 [taiwan fanfiction]

Title : My Wrong Girlfriend

Author : Ariek Chun-AzzuraChunniess

Genre : Action, Romance

Cast :
- Wu Chun
- Angela Zhang
- Jiro Wang
- Calvin Chen
- Aaron Yan
- Danson Tang



Gemerlap suasana malam di Taipei menyambut kedatangan Wu Chun dan Angela. Keduanya langsung melaju ke sebuah hotel untuk beristirahat malam itu.

"Maaf, Nona. Kamar yang kosong hanya tinggal satu." jelas seorang resepsionis ketika Angela memesan dua buah kamar. Angela hanya bisa menganga, sementara Wu Chun garuk-garuk kepala bingung.

"Sekarang sedang musim liburan, sehingga banyak yang memesan kamar." jelasnya lebih lanjut.

Angela langsung menarik tangan Wu Chun dan membawanya ke sisi lain lobi hotel itu.

"Kita cari hotel lain." bisik Angela.

"Percuma. Sekarang sedang musim liburan. Hotel-hotel biasanya penuh." kata Wu Chun.

Angela memutar otaknya lebih keras.

"Aku punya ide. Aku pesan kamar itu dan tidur di sana. Lalu kau tidur di mobil. Ide bagus bukan?"

Wu Chun termangu.

"Bagus. Lalu besok pagi kau akan menemukan mayatku di mobilmu karena keracunan gas buang mobil. Kuperingatkan kau, aku akan menghantuimu sampai akhir hayatmu! Khikhikhi~" ancam Wu Chun sambil menyeringaikan gigi-giginya.

Setelah melalui perdebatan sengit, akhirnya keduanya sepakat memesan kamar yang tinggal sebuah itu. Tentu saja dengan berbagai persyaratan yang diajukan Angela pada Wu Chun.

Begitu masuk ke dalam kamar, Angela melepas semua tirai penghias ruangan di kamar itu. Dijalinnya tirai-tirai keemasan itu hingga membentuk rangkaian yang panjang.

"Ap, apa yang kau lakukan?" tanya Wu Chun keherenan dengan tingkah Angela.

Bukannya menjawab, Angela malah berdiri dan membujurkan rangkaian tirai itu di lantai hotel. Membagi luas kamar hotel menjadi dua, termasuk ranjang besar yang hanya ada satu itu. Wu Chun hanya menatap heran.

"Dengar ya! Mulai sekarang daerah ini adalah daerah kekuasaanku! Dan kau dilarang masuk ke sini! Sementara itu adalah daerah kekuasaanmu!" kata Angela memberi ultimatum. Tangannya sibuk menunjuk-nunjuk ke arah lantai hotel.

Wu Chun hanya sempat membuka mulutnya mendengar penjelasan Angela. Sejurus kemudian dia tertawa terpingkal-pingkal.
"Diam kau! Tidak ada yang lucu!" kata Angela tidak terima.

"Hahaha! Baiklah, baiklah!" jawab Wu Chun sambil mengusap linangan air matanya.

"Aku tidak main-main! Sejengkal saja kau melewati batas ini, kubunuh kau!" ancam Angela.

"Baik, Ibu Presiden." balas Wu Chun sambil mati-matian menahan tawa. Angela membalikkan badannya, dibiarkannya Wu Chun cekikikan sendiri.

Angela menghempaskan tubuhnya ke tepi ranjang. Dipejamkannya matanya sekian detik. Melepas semua penat yang mengekang. Perlahan Angela membuka matanya. Seketika ia tersentak kaget dan langsung berdiri dari tidurnya.

"Apa yang kau lakukan?!!" bentak Angela melihat Wu Chun telanjang dada di kamar itu.

"Aku mau mandi. Ada yang salah?" jawab Wu Chun polos. Sementara Angela menatapnya tajam dengan vas bunga di tangannya.

"Jika kau mau mandi juga, tunggu aku selesai saja." kata Wu Chun sambil berlalu ke kamar mandi.

"Tidak butuh." gumam Angela risih.

##############################

Malam semakin larut dan gulita. Sesekali suara langkah kaki petugas hotel menyelingi keheningan malam itu. Wu Chun masih membuka matanya lebar-lebar. Ribuan masalah serasa berjejalan di otaknya, membuat matanya tidak mengantuk sedikitpun.

Berbagai taktik ia pikirkan agar terlepas daqi kejaran Tuan Wei. Delapan tahun menjadi pengikut Tuan Wei, cukup membuatnya hapal dengan tabiat pria jahat itu. Ia tahu pasti sekarang Tuan Wei tengah menyewa seorang profesional untuk membunuhnya, karena tak seorangpun di dalam kelompoknya yang mampu menandingi kemampuannya. Entah siapa kali ini yang akan dikirim Tuan Wei padanya.

"Kau belum tidur?" teguran Angela mengejutkan Wu Chun dari lamunannya. Gadis berambut panjang itu rela tidur dengan jaket bulu dan sepatu boots di tubuhnya demi menuruti rasa khawatirnya yang berlebihan.
"Kenapa bangun?" kata Wu Chun balik bertanya.

"Aku memimpikan ayahku." jawab Angela lirih. Raut wajahnya melukiskan kesedihan.

"Aku sangat merindukannya~...."

"Memang ayahmu di mana?" tanya Wu Chun. Angela mengatupkan bibirnya rapat. Ia hanya menggelengkan kepalanya lamban.

"Ayah adalah wakil sekretariat jendral PBB. Hari itu dia berkata padaku bahwa dia akan pulang begitu tugasnya di Amerika selesai. Aku tahu kapan tepatnya Ayah pensiun dari jabatannya. Aku selalu menunggu-nunggu hari itu. Tapi, berminggu-minggu sejak hari kepensiunan Ayah, Ayah tidak pulang juga. Menelepon juga tidak." Angela menghela nafas berat.

"Kenapa tidak kau susul saja ke Amerika?" tanya Wu Chun.

"Sudah, tapi pihak keamanan PBB mengatakan Ayah sudah kembali ke Taiwan tepat di hari dia pensiun. Dua tahun lamanya kepolisian Amerika mencari Ayah. Tapi tidak ditemukan juga. Akhirnya mereka memutuskan untuk menghentikan pencarian Ayah. Lima tahun setelahnya, bahkan hingga aku lulus kuliah dan bekerja, Ayah tidak juga kembali." lelehan air bening menganaksungai di pipi Angela. Dia terisak sambil memeluk lututnya. Wu Chun hanya bisa memandanginya dari sisi berlainan.

"Kau itu tidak peka sekali! Harusnya kau menghiburku!" omel Angela sambil mengusap air matanya.

"Ehm, yah, bersyukurlah, setidaknya kau sempat diajak bicara olehnya." kata Wu Chun.

BUGGG!!!

Angela melempari Wu Chun dengan bantal.

"Lho, aku salah?" tanya Wu Chun.

"Kau itu tidak pintar menghibur orang!!"

"Kau saja yang cerewet!"

Sejenak keduanya saling diam.

"Oh ya, omong-omong, kenapa kita harus sembunyi seperti sekarang?" tanya Angela tiba-tiba.
Wu Chun tertegun mendengar pertanyaan Angela.

"Kau selalu bilang, mereka sedang mengincar kita. Sebenarnya 'mereka' itu siapa?" lanjut Angela.

Wu Chun menahan nafas.

"Mereka adalah orang jahat. Jadi kau harus hati-hati." jawab Wu Chun.

"Kau menjawab seolah-olah aku adalah anak TK. Mana percaya aku dengan kata-katamu."
"Haha! Kau kritis juga." Wu Chun nampak berpikir sejenak, "Mereka adalah gembong pengedar narkoba terbesar di Taiwan dan Cina Daratan."

Lagi-lagi Angela hanya bisa tergagap kebingungan mendengar kata-kata Wu Chun yang baginya tidak masuk akal.

"Gembong pengedar narkoba?"

"Aku adalah salah satu dari mereka." Wu Chun menerawang jauh ke atap kamar hotel, "Tapi suatu kali aku dianggap melakukan kesalahan besar oleh mereka. Hari itu aku diperintah mengantar pesanan kokain ke seorang klien. Saat aku tiba, kulihat klien itu memukuli seorang wanita. Terang saja aku menolong wanita itu. Terjadi perkelahian antara aku dan lelaki tua itu. Tapi tiba-tiba dia terpeleset dan jatuh dari lantai sepuluh kamar hotelnya."

Angela membulatkan matanya. Raut kebingungan nampak jelas di wajahnya.

"Haha, aku tahu kau menganggap ceritaku gila. Tapi itulah yang terjadi. Klien itu bukan klien biasa. Dia adalah orang penting yang memegang kunci kesuksesan bisnis Tuan Wei sejak dulu. Dan mereka menganggap akulah yang membunuh lelaki itu."

"Bukankah melihatmu keluar dari kelompok itu sudah cukup? Kenapa Tuan Wei ingin membunuhmu?"

"Tuan Wei adalah penjahat yang teliti. Tiap kali melakukan transaksi, dia selalu merekamnya tanpa sepengetahuan kliennya. Itu dilakukan agar dia bisa meneliti keadaan dan menjaga bisnis haramnya agar tetap aman. Dan yang diserahi menyimpan semua video itu adalah aku, orang kepercayaan Tuan Wei."

"Apa? Jadi mereka mengejarmu demi video-video itu? Berikan saja pada mereka! Daripada kau membahayakan nyawamu!"

"Ya, mereka ingin melenyapkan video-video itu, sekaligus orang yang mengetahui semua tentang video itu. Mereka tidak akan ambil resiko dengan membiarkan mantan orang kepercayaannya berkeliaran dengan bebas."

Angela menghela nafas. Tubuhnya tidak bergerak sedikitpun mendengar cerita Wu Chun.

"Mereka pikir aku sudah mati karena tembakan mereka di paru-paruku. Tapi kau menyelamatkanku. Maaf, kau malah tertarik masuk ke dalam masalah ini." Wu Chun menundukkan kepalanya.
Angela tak berhenti memandangi Wu Chun. Kilat matanya menangkap sesuatu di balik wajah lelaki yang sedang duduk di seberangnya itu. Lagi-lagi keduanya saling diam. Suasana terasa membeku.

########################

Angela dan Wu Chun keluar dari hotel itu pagi buta. Di tengah jalanan yang lengang keduanya melaju menuju salah satu sudut kota Taipei.

"Toko buku? Untuk apa kita ke toko buku?" tanya Angela melihat Wu Chun memarkirkan mobil di depan sebuah toko buku.

"Kita perlu bekal." jawab Wu Chun singkat. Angela mengikuti Wu Chun berjalan masuk ke dalamnya.

"Calvin!" panggil Wu Chun pada seorang pria yang tengah membersihkan meja kasir. Laki-laki tinggi semampai itu menoleh ke arah Wu Chun. Matanya membelalak kaget, segera dihampirinya teman karibnya itu.

"Wu Chun?? Kau masih bernafas, ha?" tanya Calvin sambil memukul pundak Wu Chun.

"Nyawaku ada sembilan, ingat itu!" canda Wu Chun.

"Bahkan sekarang kau membawa wanita, kau mau menikah? Haha!"

"Diam kau! Cepatlah Calvin, aku dikejar waktu."

Calvin membawa Wu Chun ke sebuah ruangan di bawah toko buku itu. Sementara Angela mengikutinya dari belakang. Bulu kuduk Angela seketika berdiri melihat seluruh ruangan itu dipenuhi senjata api.

"Kudengar Tuan Wei berhasil membongkar jaringan komputer tempatmu menyimpan video-video itu." celetuk Calvin.

"Aku tidak peduli. Mereka tidak pernah tahu bahwa jaringan komputer yang aku buat tidak akan semudah itu."

"Maksudmu?" tanya Calvin heran.

"Berapa kalipun mereka membongkar jaringan komputer yang aku buat dan menghapus video-video itu, aku tetap punya aslinya." kata Wu Chun. Sesimpul senyum menggantung di bibirnya.

"Haha! Kelicikanmu lebih parah dari Tuan Wei." tawa Calvin sambil membuka sebuah peti penuh senjata api canggih. Dipilahnya satu-satu dan menjajarnya di depan Wu Chun.

"Ini baru datang dari Meksiko. Lensanya memiliki kecembungan sempurna. Kau bisa mengintai target dari jarak jauh." kata Calvin memberi penjelasan. Sementara Wu Chun dan Calvin sibuk memilih senjata, Angela berjalan menyimpang melewati sekat-sekat kaca. Tak henti-hentinya ia berdecak ngeri melihat senjata api dengan berbagai bentuk sebanyak itu. Ide brilian tiba-tiba muncul di benak Angela. Dengan berbagai alasan yang muncul di hatinya, Angela mengambil beberapa jenis senjata api dan memasukkannya ke dalam tasnya.

"Orang baik juga butuh senjata." gumam Angela. Entah apa saja yang dipungutnya. Masalah bisa memakainya atau tidak, bagi Angela itu tidak terlalu penting.

------------------------------------------------------------
Bersambung ke part 5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar