My Wrong Girlfriend / part 5 [taiwan fanfiction]
Title : My Wrong Girlfriend
Author : Ariek Chun-AzzuraChunniess
Genre : Action, Romance
Cast :
- Wu Chun
- Angela Zhang
- Jiro Wang
- Calvin Chen
- Aaron Yan
- Danson Tang
Usai keluar dari gudang senjata yang berkamuflase menjadi toko buku
itu, Angela dan Wu Chun berangkat ke sebuah toko makanan cepat saji.
Tidak sampai sepuluh menit membeli makanan, Angela dan Wu Chun kembali
masuk ke dalam mobil dan melanjutkan perjalanan. Tak lama kemudian
keduanya berhenti di sebuah jalanan sepi yang dikelilingi padang
dandelion.
"Kita habiskan sarapan kita di sini." kata Wu Chun.
"Waaah~.... Ini di mana? Aku baru tahu di Taiwan ada tempat seindah ini." kata Angela berdecak kagum. Dibukanya kaca cendelanya agar puas memandangi cakrawala yang mempesona itu. Jalan aspal membentang berkelok-kelok, membelah padang dandelion yang membaur putih bagai salju yang lembut.
Sambil melahap roti isinya, mata Wu Chun nanar menatap sekelilingnya. Keindahan pemandangan pagi itu tidak membuatnya lalai untuk tetap waspada.
"Wu Chun! Berhentilah memasang wajah menakutkan seperti itu! Kau ini tidak bisa rileks, ha?" kata Angela memberi komentar.
Wu Chun hanya meliriknya sepintas. Samar-samar Wu Chun menangkap dua sosok lelaki di kejauhan. Wu Chun memicingkan matanya. Tangannya meraih sebuah senjata yang terselip di jaketnya. Semakin lama dua sosok itu semakin mendekat. Dua sosok hitam yang nampak mencolok di tengah putihnya ribuan dandelion.
Makin lama makin nampak jelas bahwa dua sosok pria itu tengah berlari ke arah mobil Angela terparkir.
"Mereka seperti sedang bermain ya..." gumam Angela sambil melihat dua sosok itu.
"Angela~" panggil Wu Chun.
"Apapun yang terjadi kau jangan keluar dari mobil ini!"
"Ha? Apa yang kau katakan? Memangnya mereka siapa?"
Angela dan Wu Chun kembali mengamati dua sosok yang semakin mendekat itu. Tiba-tiba seorang dari mereka terjatuh. Wu Chun tersentak kaget melihat sosok satunya yang masih berdiri menodongkan pistol ke arah lelaki yang sedang terjatuh itu. Buru-buru Wu Chun keluar dari mobilnya dan membidik orang yang tengah menodongkan pistol itu.
DORR!!!
Bunyi letusan pistol menggema memekakkan telinga. Puluham ekor burung merpati terbang tak tentu arah karena terkejut. Lelaki yang tengah menodongkan pistol itu roboh di tepi jalan beraspal. Wu Chun segera berlari menghampirinya sambil tetap memacungkan pistolnya.
Lelaki itu terkapar sambil memegangi pahanya yang mengucurkan darah segar.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Wu Chun pada lelaki yang selamat dari todongan pistol itu. Lelaki berjaket kulit itu langsung berdiri di samping Wu Chun. Tangannya mengeluarkan borgol tangan lalu memborgol pria yang hampir membunuhnya itu.
"Jeremy tertangkap. Bawakan ambulance ke sektor 16." kata lelaki itu pada seseorang melalui ponselnya. Sejenak kemudian dia menghadapkan wajahnya ke Wu Chun.
"Namaku Aaron Yan, detektif. Terima kasih sudah menyelamatkanku." kata lelaki itu sambil menjabat tangan Wu Chun.
Wu Chun terhenyak mendengar penuturan lelaki yang ditolongnya itu. Selama ini ia selalu menjauhi urusan dengan polisi, tapi kali ini ia justru menyelamatkan nyawanya.
"Lelaki ini adalah buronan perampok yang sudah lama diburu. Aku berhasil melacaknya, tapi aku justru terjepit ketika akan meringkusnya. Untung kau datang. Terima kasih, Tuan. Siapa namamu?" kata lelaki itu kemudian.
Sejenak Wu Chun terdiam, "Ah~.... Aku John Lee."
"John Lee, kau hebat sekali. Dari jarak sejauh itu kau bisa tepat menembak pahanya." puji Aaron.
"Ah, ya, aku sempat belajar waktu tergabung dengan militer." jawab Wu Chun sekenanya. Ia mati-matian menyembunyikan identitasnya.
"Wu Chun!!" panggilan Angela menghentikan obrolan Wu Chun dan Aaron. Ia berlari dari mobilnya menghampiri Wu Chun.
Aaron menatap Wu Chun dan Angela bergantian. Tersirat sebuah pertanyaan di sana.
"Ka, kami sedang dalam perjalanan untuk liburan." kata Wu Chun menyadari perubahan pada wajah Aaron.
"Haha, begitu..." sahut Aaron kemudian.
"Kami permisi, perjalanan masih jauh." kata Wu Chun mohon diri.
"Eh, John Lee, kau harus diinterogasi terlebih dulu."
"Aku rasa tidak perlu, aku hanya menolongmu tadi. Tidak ada sangkut pautnya dengan buronan ini. Aku tidak mau mengecewakan pacarku di liburan kali ini." kata Wu Chun. Sontak Angela membelalakkan mata ke arahnya.
"Oh, ya, aku mengerti. Semoga liburanmu menyenangkan!" kata Aaron kemudian sambil melihat Wu Chun dan Angela berjalan menjauhinya.
Wu Chun melangkahkan kakinya cepat-cepat sambil menyeret Angela. Begitu masuk ke dalam mobil, Wu Chun langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh dan pergi dari tempat itu.
"Gadis bodoh, kau tidak dengar kata-kataku, ha? Jangan keluar dari mobil apapun yang terjadi!" bentak Wu Chun sambil mengemudikan mobil.
"Kau lama! Tentu saja aku bingung. Lagi pula dia bukan orang Tuan Wei."
"Dia polisi, bodoh."
"Apa?! Bukankah itu bagus? Kita bisa minta perlindungan ke dia! Cepat putar balik!"
Wu Chun menghela nafas, "Ya Tuhan, pendek sekali pikiranmu!"
Angela melipat wajahnya mendengar komentar Wu Chun.
"Kau juga bodoh. Seenaknya bilang aku pacarmu."
"Jika saja kau tetap di mobil, aku tidak akan berbohong seperti itu."
"Jadi itu bohong?" tanya Angela.
"Apa?"
"Ti, tidak apa-apa."
Angela terdiam. Matanya menatap keluar cendela. Memandangi panaroma padang Dandelion yang perlahan memudar, berganti dengan pemukiman penduduk. Jujur saja ia merasakan sebuah ketidaknyamanan sekarang. Duduknya gelisah, sedikit-sedikit bersandar, lalu kembali tegak. Semakin lama Angela sadar, ketidaknyamanan itu adalah sebuah kekecewaan.
"Hentikan mobilnya!" kata Angela.
"Ap, apa?" tanya Wu Chun heran.
"Hentikan mobilnya! Aku mau turun!"
"Kau mau ke toilet?"
"Lakukan saja!"
Wu Chun menepikan mobilnya. Serta merta Angela meraih tasnya, lalu keluar dari mobil.
"Hei! Angela! Kau mau kemana?" tanya Wu Chun. Ia turut keluar dari mobil mengejar Angela.
"Mulai sekarang aku akan pergi sendiri! Kita berpisah!" tegas Angela. Nada-nada emosi terdengar di tiap kata-katanya.
Wu Chun terhenyak mendengar kata-kata Angela yang tiba-tiba. Belum sempat ia berpikir, Angela membalikkan badannya dan meninggalkan Wu Chun.
"Kau ini bicara apa?! Kau sadar apa yang kau katakan, ha?" tanya Wu Chun. Dicengkeramnya lengan Angela kuat-kuat.
"Ya! Aku sadar dengan apa yang aku katakan! Bahkan menurutku inilah keputusan paling benar yang pernah aku ambil! Aku tidak butuh kau!" kata-kata penuh penekanan meluncur begitu saja dari bibir Angela. Perlahan tapi pasti, genangan air mata muncul di bola mata Angela seperti mata air.
Wu Chun tertegun. Sedikit demi sedikit ia mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi. Tapi tetap saja ia tidak mengerti.
"Baik! Pergilah sendiri! Aku tidak mau tahu jika Tuan Wei menangkapmu!" kata Wu Chun sambil melepas cengkeramannya.
Sontak Angela membulatkan matanya mendengar jawaban Wu Chun. Genangan di kedua bola matanya mengalir ke bawah. Angela membalikkan badannya. Satu, dua, tiga, langkah kakinya terseret. Sejurus kemudian langkah lemah itu berubah menjadi hentakan kuat. Angela berlari. Melesat cepat menyusuri badan jalan yang terbentuk oleh rumput kemerahan.
"Kita habiskan sarapan kita di sini." kata Wu Chun.
"Waaah~.... Ini di mana? Aku baru tahu di Taiwan ada tempat seindah ini." kata Angela berdecak kagum. Dibukanya kaca cendelanya agar puas memandangi cakrawala yang mempesona itu. Jalan aspal membentang berkelok-kelok, membelah padang dandelion yang membaur putih bagai salju yang lembut.
Sambil melahap roti isinya, mata Wu Chun nanar menatap sekelilingnya. Keindahan pemandangan pagi itu tidak membuatnya lalai untuk tetap waspada.
"Wu Chun! Berhentilah memasang wajah menakutkan seperti itu! Kau ini tidak bisa rileks, ha?" kata Angela memberi komentar.
Wu Chun hanya meliriknya sepintas. Samar-samar Wu Chun menangkap dua sosok lelaki di kejauhan. Wu Chun memicingkan matanya. Tangannya meraih sebuah senjata yang terselip di jaketnya. Semakin lama dua sosok itu semakin mendekat. Dua sosok hitam yang nampak mencolok di tengah putihnya ribuan dandelion.
Makin lama makin nampak jelas bahwa dua sosok pria itu tengah berlari ke arah mobil Angela terparkir.
"Mereka seperti sedang bermain ya..." gumam Angela sambil melihat dua sosok itu.
"Angela~" panggil Wu Chun.
"Apapun yang terjadi kau jangan keluar dari mobil ini!"
"Ha? Apa yang kau katakan? Memangnya mereka siapa?"
Angela dan Wu Chun kembali mengamati dua sosok yang semakin mendekat itu. Tiba-tiba seorang dari mereka terjatuh. Wu Chun tersentak kaget melihat sosok satunya yang masih berdiri menodongkan pistol ke arah lelaki yang sedang terjatuh itu. Buru-buru Wu Chun keluar dari mobilnya dan membidik orang yang tengah menodongkan pistol itu.
DORR!!!
Bunyi letusan pistol menggema memekakkan telinga. Puluham ekor burung merpati terbang tak tentu arah karena terkejut. Lelaki yang tengah menodongkan pistol itu roboh di tepi jalan beraspal. Wu Chun segera berlari menghampirinya sambil tetap memacungkan pistolnya.
Lelaki itu terkapar sambil memegangi pahanya yang mengucurkan darah segar.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Wu Chun pada lelaki yang selamat dari todongan pistol itu. Lelaki berjaket kulit itu langsung berdiri di samping Wu Chun. Tangannya mengeluarkan borgol tangan lalu memborgol pria yang hampir membunuhnya itu.
"Jeremy tertangkap. Bawakan ambulance ke sektor 16." kata lelaki itu pada seseorang melalui ponselnya. Sejenak kemudian dia menghadapkan wajahnya ke Wu Chun.
"Namaku Aaron Yan, detektif. Terima kasih sudah menyelamatkanku." kata lelaki itu sambil menjabat tangan Wu Chun.
Wu Chun terhenyak mendengar penuturan lelaki yang ditolongnya itu. Selama ini ia selalu menjauhi urusan dengan polisi, tapi kali ini ia justru menyelamatkan nyawanya.
"Lelaki ini adalah buronan perampok yang sudah lama diburu. Aku berhasil melacaknya, tapi aku justru terjepit ketika akan meringkusnya. Untung kau datang. Terima kasih, Tuan. Siapa namamu?" kata lelaki itu kemudian.
Sejenak Wu Chun terdiam, "Ah~.... Aku John Lee."
"John Lee, kau hebat sekali. Dari jarak sejauh itu kau bisa tepat menembak pahanya." puji Aaron.
"Ah, ya, aku sempat belajar waktu tergabung dengan militer." jawab Wu Chun sekenanya. Ia mati-matian menyembunyikan identitasnya.
"Wu Chun!!" panggilan Angela menghentikan obrolan Wu Chun dan Aaron. Ia berlari dari mobilnya menghampiri Wu Chun.
Aaron menatap Wu Chun dan Angela bergantian. Tersirat sebuah pertanyaan di sana.
"Ka, kami sedang dalam perjalanan untuk liburan." kata Wu Chun menyadari perubahan pada wajah Aaron.
"Haha, begitu..." sahut Aaron kemudian.
"Kami permisi, perjalanan masih jauh." kata Wu Chun mohon diri.
"Eh, John Lee, kau harus diinterogasi terlebih dulu."
"Aku rasa tidak perlu, aku hanya menolongmu tadi. Tidak ada sangkut pautnya dengan buronan ini. Aku tidak mau mengecewakan pacarku di liburan kali ini." kata Wu Chun. Sontak Angela membelalakkan mata ke arahnya.
"Oh, ya, aku mengerti. Semoga liburanmu menyenangkan!" kata Aaron kemudian sambil melihat Wu Chun dan Angela berjalan menjauhinya.
Wu Chun melangkahkan kakinya cepat-cepat sambil menyeret Angela. Begitu masuk ke dalam mobil, Wu Chun langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh dan pergi dari tempat itu.
"Gadis bodoh, kau tidak dengar kata-kataku, ha? Jangan keluar dari mobil apapun yang terjadi!" bentak Wu Chun sambil mengemudikan mobil.
"Kau lama! Tentu saja aku bingung. Lagi pula dia bukan orang Tuan Wei."
"Dia polisi, bodoh."
"Apa?! Bukankah itu bagus? Kita bisa minta perlindungan ke dia! Cepat putar balik!"
Wu Chun menghela nafas, "Ya Tuhan, pendek sekali pikiranmu!"
Angela melipat wajahnya mendengar komentar Wu Chun.
"Kau juga bodoh. Seenaknya bilang aku pacarmu."
"Jika saja kau tetap di mobil, aku tidak akan berbohong seperti itu."
"Jadi itu bohong?" tanya Angela.
"Apa?"
"Ti, tidak apa-apa."
Angela terdiam. Matanya menatap keluar cendela. Memandangi panaroma padang Dandelion yang perlahan memudar, berganti dengan pemukiman penduduk. Jujur saja ia merasakan sebuah ketidaknyamanan sekarang. Duduknya gelisah, sedikit-sedikit bersandar, lalu kembali tegak. Semakin lama Angela sadar, ketidaknyamanan itu adalah sebuah kekecewaan.
"Hentikan mobilnya!" kata Angela.
"Ap, apa?" tanya Wu Chun heran.
"Hentikan mobilnya! Aku mau turun!"
"Kau mau ke toilet?"
"Lakukan saja!"
Wu Chun menepikan mobilnya. Serta merta Angela meraih tasnya, lalu keluar dari mobil.
"Hei! Angela! Kau mau kemana?" tanya Wu Chun. Ia turut keluar dari mobil mengejar Angela.
"Mulai sekarang aku akan pergi sendiri! Kita berpisah!" tegas Angela. Nada-nada emosi terdengar di tiap kata-katanya.
Wu Chun terhenyak mendengar kata-kata Angela yang tiba-tiba. Belum sempat ia berpikir, Angela membalikkan badannya dan meninggalkan Wu Chun.
"Kau ini bicara apa?! Kau sadar apa yang kau katakan, ha?" tanya Wu Chun. Dicengkeramnya lengan Angela kuat-kuat.
"Ya! Aku sadar dengan apa yang aku katakan! Bahkan menurutku inilah keputusan paling benar yang pernah aku ambil! Aku tidak butuh kau!" kata-kata penuh penekanan meluncur begitu saja dari bibir Angela. Perlahan tapi pasti, genangan air mata muncul di bola mata Angela seperti mata air.
Wu Chun tertegun. Sedikit demi sedikit ia mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi. Tapi tetap saja ia tidak mengerti.
"Baik! Pergilah sendiri! Aku tidak mau tahu jika Tuan Wei menangkapmu!" kata Wu Chun sambil melepas cengkeramannya.
Sontak Angela membulatkan matanya mendengar jawaban Wu Chun. Genangan di kedua bola matanya mengalir ke bawah. Angela membalikkan badannya. Satu, dua, tiga, langkah kakinya terseret. Sejurus kemudian langkah lemah itu berubah menjadi hentakan kuat. Angela berlari. Melesat cepat menyusuri badan jalan yang terbentuk oleh rumput kemerahan.
---------------
Bersambung ke Part 6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar