Senin, 23 Juli 2012

Deadline [part 2]


Title : Deadline!!!

Author : Ariek Chun-AzzuraChunniess

Genre : Action, Romance

Main Cast :

Liu Yan Shi
Aaron Yan as Yan Ya Lun
Ling Jia Eun
Wu Chun as Wu Ji Zun

Cast :
Chen Yi Ru
Wang Da Dong
Zhao Shu Hai 





                #############################################

          “Hei, Yan Shi, selamat pagi…” sapa Jia Eun dari tangga.

          “Pagi…” balas Yan Shi.

          “Kau kenapa? Kenapa matamu bengkak?”

          “Ehm, ini bukan apa-apa.”

          “Kau menangis semalaman?”

          “Itu~..”

          “Kenapa?” Tanya Jia Eun.

          “Tidak kenapa?”

          “Jangan menutup diri begitu. Kebahagiaan akan bertambah dua kali lipat jika diceritakan, dan kesedihan akan berkurang setengahnya jika diceritakan. Ceritalah padaku.”

          “Aku, aku bertengkar dengan pacarku.”

          “Kenapa bertengkar?”

          “Entahlah Jia Eun. Aku merasa belakangan ini ia menjauh dariku.”

          Tak terasa keduanya sampai ke dalam ruang kerja divisi lima. Tanpa sengaja Jia Eun dan Yan Shi melihat sebuah benda tergeletak di atas meja kerja Yan Shi.

          “Hem? Itu apa?” gumam Yan Shi.

          “Wah, bunga! Hummm, harum sekali…” gumam Jia Eun takjub sambil menghirup bunga lili itu dalam-dalam. Sebuah memo kecil tergeletak di sampingnya. Dengan ragu Yan Shi mengambil kertas putih itu.

          To : Liu Yan Shi
          Maafkan aku.
          Kutunggu besok di tempat biasa jam 4 sore.
          From : Yan Ya Lun

          “Itu apa? Surat ya?” tegur Jia Eun.

          “Ehm, iya..”

          “Dari pacarmu?”

          “Begitulah.”

          “Kenapa tidak bersemangat begitu. Harusnya kau senang. Lihatlah! Bunganya cantik kan? Pacarmu itu romantis sekali. Aku jadi iri padamu, pacarmu begitu mencintaimu.”

          “Oh, begitukah?”

          “Siapa nama pacarmu?”

          “Apa?”

          “Nama pacarmu, laki-laki yang mencintaimu itu, siapa namanya?”

          “Dia…” belum sempat Yan Shi meneruskan kalimatnya tiba-tiba seseorang masuk ke dalam ruangan itu.

          “Wah! Itu kepala divisi kita sudah datang!” seru Jia Eun, “Hei, Ya Lun Ge!!” Jia Eun melambai-lambaikan tangannya ke arah Ya Lun.

          Ya Lun berjalan menghampiri mereka berdua. Sejenak Ya Lun melemparkan senyum pada Yan Shi.

          “Ini!” tiba-tiba Jia Eun menyerobot lalu berdiri di tengah Ya Lun dan Yan Shi.

          “Apa?”

          “Ini! Jadi lunas kan?” ucap Jia Eun sambil menyodorkan selembar uang pada Ya Lun.

          “Oh.” Ya Lun mengambil uang itu lalu berlalu dari hadapan Jia Eun.

          “Ada apa?” Tanya Yan Shi.

          “Hem?”

          “Kenapa kau memberikan uang padanya?”

          “Oh, bukan apa-apa. Hehehe….”

          Yan Shi memandangi wajah Jia Eun lekat-lekat. Mencoba menyelidiki sesuatu yang ia sendiri tak tahu apa itu.

          “Kau menyukai Ya Lun?” Tanya Yan Shi tiba-tiba.

          “Apa? Ti, tidak. Bicara apa kau ini.” Jia Eun langsung berlalu menuju mejanya. Semburat rona merah muncul di leher dan pipinya.

          ########################

          Satu, Dua, tiga…..

          Entah sudah berapa orang berlalu di hadapan Yan Shi. Satu jam ia menunggu Ya Lun di taman kota, tapi Ya Lun belum datang juga. Dulu ia akan marah jika Ya Lun terlambat barang sepuluh menit. Tapi sekarang, terlambat datang merupakan hal yang lumrah. Bahkan terlalu lumrah untuk dipikirkan.

          “Sudah lama?” tegur Ya Lun dari belakang.

          “Tidak juga. Baru satu jam…”

          “Maaf, tadi ada hal penting yang harus aku selesaikan.”

          “Iya, aku mengerti.”

          Tanpa bersuara Ya Lun duduk di sebelah Yan Shi. Beberapa menit lamanya keduanya hanya saling diam. Seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi tak satu suarapun keluar.

          “Kau tahu anak baru itu?” Tanya Yan Shi menggusur keheningan.

          “Oh, Jia Eun. Kenapa tiba-tiba menanyakan dia?”

          “Dia menyukaimu.”

          “Apa?”

          Yan Shi tidak menyahut. Matanya lurus menatap ke depan melihat orang-orang asik bercengkerama di bawah pepohonan.

          “Kau cemburu padanya?” Tanya Ya Lun  kemudian.

          “Apa?”

          “Haahaha, tingkahmu lucu sekali.”

          “Lucu? Aku kekasihmu. Wajar jika aku mempermasalahkannya!”

          “Kenapa kau tiba-tiba marah?”

          “Oh. Jangan-jangan kau juga menyukainya, benar?

          “Jaga bicaramu. Aku mengajakmu bertemu tidak untuk berdebat seperti ini.”

          “Ck…”

          “Baru bertemu sudah mengajak bertengkar, kau sentiment sekali belakangan ini.”

          “Siapa yang mulai??”

          “Malah menyalahkanku. Apa maumu?”

          “Sudahlah~…”

          Yan Shi langsung beranjak dari bangku taman lalu berjalan meninggalkan Ya Lun.

          “Yan Shi!” panggil Ya Lun.

          Yan Shi tidak menoleh sedikitpun. Emosinya meluap-luap tidak karuan. Hal kecil yang ia pikirkan malah menjadi sumber pertengkaran. Sementara Ya Lun hanya bisa memandangi punggungnya yang perlahan menghilang di balik tanaman pagar. Benar-benar tidak ia mengerti apa sebenarnya yang terjadi pada Yan Shi.

          #######################

          “Yan Shi, selamat pagi.” Sapa Jia Eun.

          “Pagi.” Jawab Jia Eun singkat lalu berjalan mendahului Jia Eun menuju mejanya.

          “Eh?” gumam Jia Eun heran. Diambilnya dua buah minuman kaleng dari tasnya. Setelah membukanya, Jia Eun berjalan menghampiri meja Yan Shi.

          “Kau mau?” tawar Jia Eun sambil menyodorkan sebuah dari minuman kaleng itu.

          “Tidak. Terima kasih.”

          “Ayolah, jangan sungkan.”

          “Kubilang tidak!” Yan Shi menepis tangan Jia Eun. Spontan kaleng yang dipegang Jia Eun oleng dan terjatuh ke meja Yan Shi. Seluruh isinya tumpah keluar mengguyur kertas-kertas di atas meja Yan Shi.

          “Hah???!” pekik Yan Shi kaget.

          “Maaf, maafkan aku.”

          “Dokumenku!!! Lihatlah apa yang sudah kau lakukan! Kau menghancurkan pekerjaanku!”

          “Aku tidak sengaja. Maaf.” Ucap Jia Eun menyesal.

          “Dengar ya! Kau anak baru di sini! Jaga kelakuanmu!”

          “Yan Shi?” gumam Jia Eun heran. Dalam sekejap kelakuan Yan Shi berubah drastis padanya.

          “Ck!!” Yan Shi berjalan meninggalkan mejanya dengan langkah lebar. Ditinggalkannya Jia Eun yang masih berdiri mematung di depan mejanya. Buliran air mata mulai menggantung di pelupuk mata Jia Eun. Sejurus kemudian Jia Eun langsung berlari keluar ruangan menuju toilet.

          Sambil terduduk di kloset Jia Eun menangis sesenggukan. Ditumpahkannya semua rasa kesalnya dengan menangis sepuasnya.

          “Aku memang ceroboh, tapi, haruskah dia semarah itu padaku?” ratap Jia Eun di tengah isakannya.

          Tiba-tiba Ya Lun masuk ke dalam toilet itu. Satelah mencuci tangannya di wastafel, ia rapikan kerah bajunya. Samar-samar didengarnya suara isakan wanita. Dahinya mengernyit. Bagaimana bisa suara wanita terdengar di toilet laki-laki?

          Dengan penuh penasaran Ya Lun membuka semua pintu kloset satu per satu. Hingga sampailah ia di pintu paling ujung.

          Brakk!

          “Kyaaaaaa….!!! Pengintiiip!!!” Jerit Jia Eun spontan sambil melemparkan sepatunya ke wajah Ya Lun.

          “Ap, apa??! Kau???!” Ya Lun tak kalah kaget melihat orang yang berada di depannya.

          “Toloooong! Siapapun tolong aku!! Ada pengintiiip!!! Hmph!” dengan segera Ya Lun membungkam mulut Jia Eun dengan tangannya.

          “Berhentilah berteriak, Bodoh!!”

          “Apa yang kau lakukan di sini?! Dasar laki-laki hidung belang!” kata Jia Eun penuh amarah.

          “Harusnya aku yang menanyakan itu padamu!! Apa yang kau lakukan di toilet laki-laki??!”

          “To, toilet laki-laki?” Tanya Jia Eun bingung.

          Tiba-tiba segerombolan laki-laki masuk ke dalam toilet itu. Lima orang pegawai itu langsung tersentak kaget melihat Ya Lun dan Jia Eun berada di dalam satu kloset.

          “Hah?”

          “Ma, maaf. Kami tidak tahu.”

          “Iya, maaf. Silakan lanjutkan.”

          Gerombolan laki-laki itu langsung meninggalkan toilet itu dengan langkah cepat.

          “Ck! Gara-gara kau mereka jadi salah paham. Dasar gadis ceroboh!!” geram Ya Lun.

          “Ugh! Diam kau!” Jia Eun mendorong tubuh Ya Lun ke belakang lalu berlari keluar toilet. Lima orang pegawai yang baru saja keluar dari toilet tertegun melihat Jia Eun berlari menyalip mereka.

          “Ck ck, lihatlah, bahkan dia sampai tidak sempat memakai sepatunya.”

---------------------------------------------------------------- 
Bersambung ke Part 3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar